Sunday, May 15, 2011

Semata-mata Kisah

sejak awal kau muncul kembali dalam hidupku
tak secuil mimpi pun kau tawarkan padaku
hanya senyum
kebahagiaan
kepercayaan
semua nyata...
kau memberiku tangan untuk berpegangan
pundak untuk bersandar
hanya hal-hal sederhana
ya kan, mas?

kau menggenggam tanganku tuk seiring langkah denganmu
kau membuatku terjaga dan mulai wujudkan setiap detail mimpiku
kau membuatku percaya, cinta tak lagi bicara tentang masa lalu
      tapi masa depan...

jika kali ini aku berkata
bahwa aku mencintaimu
maka ini bukan semata-mata lenaan rasa romansa
jika kali ini aku siap untuk menantimu
mengucap janji atas namaku
maka ini bukan semata-mata igauan dalam mimpi

قَبِلْتُ نِکَاحَهَا وَ تَزْوِيْجَهَا عَلَي الْمَهْرِ الْمَذْکُوْرِ وَ رَِضِْیتُ بِهِ وَ اللهُ وَلِيُّ التَّوْفِیْقِ
Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq

aku tak ingin menerbangkan anganku jauh ke langit ke tujuh
aku ingin menjejak bumi
hingga nanti tiba waktunya
kau menjemputku sebagai pengantimu...

aku mencintaimu semata karena Allah SWT
maka aku hanya izinkan kisah kita berjalan
di jalan kebaikan untuk menebarkan manfaat dan kebaikan...
jika pada Lauhul Mahfuz kita telah ditakdirkan berjodoh
maka aku siap menjadi makmummu...
jika tidak, semoga langkah yang kita lalui tak menjadi fitnah di kemudian hari...


Celoteh Galau

Celoteh Galau #1


ada satu masa kita pernah saling mencintai
juga membenci...
dan kini,
aku tak mampu lagi menebak rasa yang ada antara kita...


Celoteh Galau #2


entah siapa yang pertama memberikan jeda di antara kita
dan saat kita sama-sama tersadar
jeda itu abadi memisahkan kita... 


Monday, May 09, 2011

Catatan Hitam


sebuah catatan hitam tentang kisahku

lagi, tentang sebuah kehilangan...

Kita tak akan pernah siap atas sebuah kehilangan, perpisahan, kematian, atau apapun namanya.
Padahal sesungguhnya, ia, aku, kamu, kita semua sadar tak ada yang pernah abadi di atas dunia ini
selain Sang Pencipta...

Sebenarnya aku benci menuliskan lagi tentang sebuah kehilangan. Mungkin karena aku, dalam hidupku, banyak mengalami kehilangan. Tapi, entah mengapa kali ini aku tergerak untuk menuliskan kisah ini. Kisah penantian panjang seorang perempuan yang ingin kembali melahirkan kehidupan dari rahimnya. Untuk menemani hari-harinya yang jauh dari sang lelaki.

Perempuan ini memilih untuk menikahi laki-laki yang kemungkinan akan lebih banyak menghabiskan waktunya di lautan daripada bersamanya. Tak ada yang salah dengan perjodohan ini. Karena memang takdir telah mempertemukan mereka. Kehidupan berjalan penuh dinamika. Meskipun satu sama lain jarang bersua raga, tak sebutir kesetiaan dan kepercayaan luntur dari keduanya.

Tak ada konflik berarti, hingga... peristiwa kemarin. Sang perempuan kehilangan janin dalam rahimnya. Janin yang diharapkan lahir sebagai buah hati yang mereka idamkan. Kabar itupun sampai ke negeri seberang, di telinga sang lelaki. Lelaki yang nampak tangguh tak tergoyahkan, akhirnya luruh juga. Ia menangis... dan kami pun larut dalam sedih.


Tak satupun dari kami siap dengan kehilangan ini.
Pun denganku
Mungkin, jika sang janin itu tak sempat terlahir...
Itu satu cara agar kesuciannya terjaga....


Wednesday, May 04, 2011

tentang dia yang tak pernah beranjak dari hatiku

Pertemuan yang sama sekali tidak terduga. Aku tidak menyiapkan apapun untuk kembali berhadapan dengan dia, laki-laki yang dulu kupanggil Aa'... Sungguh, aku tidak berharap akan bertemu atau bercakap-cakap dengannya, saat aku bersedia membuatkan black forest untuk ulangtahun mas Ian, keponakannya. Karena, kupikir aku hanya mengantarkan kue ulang tahun di rumah kakaknya. Tidak terpikir sedikitpun dia akan ada di sana. Tapi yah... takdir mempertemukan kami tepat satu bulan setelah ulang tahun pertama Langit.
Saat retina mataku menangkap sosoknya keluar dari dalam rumah sesaat desir jantungku terhenti. Ya Allah inikah laki-laki yang berbulan bahkan tahun menghilang dari hidupku... Selama bertahun-tahun kami bersama, aku telah melahirkan semua perasaan yang pernah diciptakan Tuhan pada diri manusia. Cinta, sayang, kangen, benci, rindu, dendam, marah, bahkan rasa tanpa rasa. Dan, saat kami dipertemukan kembali oleh Sang waktu dengan kecanggungan yang akut, berjabat tangan seperti dua orang asing, bertanya kabar sekedarnya, semua rasa yang dari dulu pernah hadir seketika hadir kembali secara bersamaan. Semua itu memenuhi dadaku dan membuncah, menggelegak.
Mereka yang hadir di rumah itu akan tahu betapa rikuhnya aku. Sungguh aku tak mampu mendefinisikan rasa apa yang hadir saat itu. Buncahan rasa di dada ini sama sekali tak terdefinisikan. Layaknya pelangi, warna-warni pelangi yang membias kemudian kembali menyatu yang ada dan tersisa hanyalah warna putih. Itupun yang kurasakan saat tadi bertemu dengannya. Semua rasa yang selama ini terselip di lipatan hati dan memoriku seketika berhamburan bersamaan. Dan yang kurasakan hanya kosong... nisbi... kecanggungan yang akut...
Aku sadar, aku tak setangguh ksatria manapun dalam mengendalikan perasaan. Karena itu, tadi aku memutuskan untuk segera pamit. Saat berpamitan dengannya, kami sempat bercakap-cakap ringan tentang hal-hal lain yang bukan tentang kami. Entah mengapa, dia bersikap sangat baik padaku. Dia memberiku semangat untuk merampungkan kuliah. Dia memberiku masukan tentang bisnis yang akan kumulai. Ternyata dia tahu banyak tentang hidupku akhir-akhir ini. Sungguh... saat kami bercakap-cakap sejenak tadi, gelegak perasaanku sama sekali tak terbendung. 
Ya Allah, ingin sekali aku memeluknya dan menangis di pundaknya seperti bertahun-tahun lalu. Ingin sekali aku mengatakan dia telah begitu menyakitiku. Ingin sekali aku mengatakan aku hampir menyerah menjalani semuanya sendiri. Ingin sekali membuatnya tahu, hidupku hancur dan berantakan setelah kami berpisah. Ingin sekali... 
Tapi egoku membuatku bergeming dan menahan air mata. Egoku membuatku mengatakan aku baik-baik saja padanya dan menunjukkan aku mampu bertahan tanpanya. Egoku membuatku memberi jeda darinya.
Namun, sepanjang perjalanan pulang, entah mengapa aku sadar dan menyesal menuruti egoku. Di perjalanan pulang tadi, hampir saja aku kembali ke rumah kakaknya dan menyatakan semua perasaanku. Suara dalam kepalaku mengurungkan semua. Mungkin dia telah bahagia dengan hidupnya kini. Dan, itu bukan denganku. Aku menyesal? Mungkin... Karena saat aku menuliskan semua ini tangisku tak putus. Dadaku sesak tak mampu lagi menahan buncahan rasa. Pertahananku jebol.
Kejadian hari ini membuatku menyadari satu hal, dia, laki-laki yang dulu kupanggil Aa', tak pernah pergi ke mana-mana dari hatiku. Sekuat apapun aku menafikkan perasaanku padanya, aku tetap mencintainya dengan caraku. Sekuat apapun aku berusaha menghadirkan orang lain untuk aku cintai dan mencintaiku, Aa' tak pernah beranjak dari hati dan memori hidupku. Sesakit apapun luka yang ia sertakan dalam jejaknya di hidupku. Aku tetap mencintainya karena satu dan lain hal yang tak pernah aku pahami.

Aa'... 
aku mencintaimu karena suatu sebab
aku membencimu karena suatu sebab
aku ingin menjauh darimu karena suatu sebab
aku merindumu karena suatu sebab
Sebab yang hingga kini tak mampu aku tafsirkan...
Aa'... 
satu hal yang harus kamu tahu
ternyata kamu tak pernah beranjak dari hatiku
hingga kini...
di saat aku sadar telah ada orang lain di hidupmu bahkan hidupku
entah... 
apa kita dipermainkan oleh takdir...
atau apa?
Kuserahkan semua pada Sang Waktu...
karena aku gagap dalam menafsirkan takdir...

Que aún te amo A'... ya sea por lo que, si hasta cuando ...


Ketika Yang Tersisa Hanyalah Air Mata

Hey kamu... Iya kamu... Kamu yang dulu datang lagi dalam hidupku dengan janji tuk tak lagi menghadirkan air mata di wajahku dengan jan...