Sunday, November 22, 2015

Ia Masih Menunggunya...

Perempuan itu masih menunggu lelakinya...
Menunggu lelakinya menunaikan janji untuk bertemu dengannya
Menunggu lelakinya menunaikan janji untuk membasuh air matanya
Menunggu lelakinya menunaikan janji untuk menghilangkan resah dan rindunya
Menunggu lelakinya menunaikan janji menghapus sedihnya...

Ia masih menunggunya
Bahkan di penghujung malam
Saat lelakinya datang tak sebahagia dahulu

Ia masih menunggunya
Bahkan dengan sebuncah harapan yang tak pernah surut
Bahkan dengan setia yang tak pernah susut
Bahkan dengan hati yang terus kalut

Ia masih menunggunya menawarkannya tawa yang tak terputus
Ia masih menunggunya dengan senyum yang sama, cinta yang sama, harapan yang sama

Tapi lelakinya tak pernah lagi datang dengan wajah yang sama
Ia tak lagi datang dengan rasa yang sama
Ia hanya datang...
Hanya datang begitu saja...

Mungkin lelakinya tak lagi memandangnya dengan cara yang sama lagi

Ia masih menunggunya
Bahkan dengan airmata tertahan dan senyum tersungging
Ia masih menunggunya menunaikan janji itu
Janji yang terucap kala binar matanya tak seperti saat ini

Mungkin lelaki itu lelah
Tapi ia tak pernah lelah menunggunya

Ia masih menunggunya
Bahkan hingga hari ini...
Saat harusnya lelakinya datang  memeluknya dengan erat
mencium keningnya dan membisikkan "selamat ulang tahun sayang..."

Perempuan itu masih menunggunya
Tapi kali ini dengan airmata yang tak lagi terbendung
Rasa rindu yang berubah menjadi sedig yang teramat pedih

Perempuan itu masih menunggu lelakinya
Menawarkan kebahagiaan yang sederhana
Sesederhana senyuman hangat, tatapan penuh cinta, pelukan erat, dan kecupan kening meskipun singkat...
Sesederhana itu...

Perempuan itu masih menunggu lelakinya dengan cinta yang masih sama
Tapi kini airmatanya tak lagi tertahan
Senyumnya tak lagi tersemat

She knew that she lost her man
The man that i loved the most
The man that love her before...

Tuesday, November 03, 2015

Hello Nove : Kulewatkan Hujan Pertamamu


Hello Nove... 
Kamu tahu jika aku selalu menantikan perjumpaan denganmu
Karena saat kita bertemu, 
sepahit apapun perjalananku 
semua luruh saat kita bertemu 
Kamu menggantinya dengan senyum dan debar dada yang berbeda

Hello Nove... 
Seperti aku merindukan hujan di bulan Juni
Aku selalu menantikan perjumpaan dengan hujan pertamamu
karna saat itulah kau membasuh air mataku 
dan menghilangkan jejak kesedihan di wajahku

Tapi Nove... 
Mengapa tak kau bangunkan aku dari lelapku
Malam kemarin kau datang bersamaan dengan hujan pertamamu
Kau tahu betapa rindunya aku berbincang denganmu
Betapa inginnya aku menari di bawah hujan pertamamu
Hingga terbasuh semua air mata dan kesedihan ini

Nove... 
Aku melewatkan perjumpaan dengan hujan pertamamu semalam
Hadirlah lagi 
Tak hanya di siang tapi malamku
Aku ingin menari bersamamu di bawah rintik hujan


Gambar diambil dari sini

Sunday, November 01, 2015

Hello November, Apa Kabarmu?

November....
Apa kabarmu?
Ratusan hari kita tak pernah bertemu
Masihkah kau sedingin dahulu?
Masihkah kau menawarkanku letup letup berbeda di dada?
Aku selalu merindukan saat saat bertemu denganmu
Hujan dan tanah basah
Aroma kebahagiaan yang semerbak di setiap ujung jalan
Selalu memberiku alasan untuk tersenyum
November...
Aku merindukanmu
Sama halnya merindukannya
Aku merindukan janjinya untuk pulang
Merindukan pelukannya dan kecup keningnya
Merindukannya membawa sebuket mawar dan berkata "Selamat Ulang Tahun Sayang...."
November...
Aku merindukanmu
Bawakan aku sepucuk harapan
Bawakan aku sebongkah bahagia

Saturday, October 24, 2015

Sabtu Malam yang Menyakitkan

Terbangun dengan tubuh dan mata memanas dan menyadari kau tak ada di sisiku, itu menyakitkan
Rasanya aku ingin terus terlelap dan bermimpi,
agar tubuh ini terus kau dekap dalam mimpi
Aah... Mengapa malam minggu  selalu menjadi kelabu
Berjalan dalam riuhnya lalu lalang manusia
Dan menyadari kau tak ada menggenggam tanganku, itu menyakitkan...
Rasanya aku ingin menarikmu dalam gelap
Dan berkata pada dunia
Kamu milikku
Tak satupun mereka bisa merenggutmu dariku
Dan saat kusadari semua kesakitan ini, selalu saat sabtu malam
Itu sangat menyakitkan
@perempuanlangit|Oktober2015

Wednesday, September 09, 2015

Karma ini Menyakitkan

Kata orang karma itu tak ada
Hanya...
Apa yang kau tabur itu yang kau tuai
Itu karma...

Dan melepasmu adalah dosa terbesarku
Bukan pada saat aku memilikimu
Sejenak ku pikir ini terbaik bagimu
Tapi mungkin saat itu aku terlalu pongah
Untuk bilang ini terbaik untukku

Dan, titik saat kini ku miliki semuanya
Semuanya... Tapi bukan kamu
Semuanya... Namun tak bisa memelukmu
Semuanya...
Mungkin semuanya... Mungkin juga semuanya hanya semu

Langitnya bunda...
Belahan hati yang terberai entah di mana
Jika ini karma atas dosaku
Karma ini begitu menyakitkan

Bunda merindukanmu nak...
Rindu yang tak pernah tersampaikan
Rindu... Karna entah kapan, rahim ini akan melahirkan anak anak langit sepertimu

Jika ini karma atas kekhilafanku melepasmu
Karma ini begitu menyesakkan

Begitu menyakitkan

Monday, August 31, 2015

Rumahmu

Dan aku akan selalu menjadi rumahmu untuk pulang
Akan selalu kujaga pintu ini terbuka dan menerangi setiap langkah jalan menujunya...
Hingga gelap sepekat apapun tak akan membuatmu tersesat
Untuk kembali padaku
Rumahmu...

Gambar diambil dari http://neslihans.deviantart.com/art/waiting-for-you-141006560

Tuesday, August 25, 2015

Apa Harus Sebegini Sakitnya?

Sayang....

Ingatkah kau pada kisah Sri Rama?
masih ingat bagaimana ia meragukan kesucian Dewi Shinta?
masih terekam jelas pada memorimu bagaimana Dewi Shinta rela tubuhnya dijilat api untuk membuktikan kesuciannya

Sayang....
kalau hingga detik ini kamu meragukanku
meragukan kesungguhanku
meragukan cintaku
perlukah aku berlaku layaknya Dewi Shinta?
perlukah aku menyediakan tubuhku pada jilatan api?

Sayang...
mungkin aku tak sesuci Shinta
tapi cintaku padamu sebesar cintanya pada Sri Rama
aku hanya bisa menyayat tubuhku untukmu
hingga setetes demi setetes darahku jatuh ke bumi untuk bersaksi padamu

aku mencintaimu dengan seluruh jiwaku...

tapi mengapa nyawaku tak jua tercerabut sayang?
padahal sakitnya sayatan ini menelusup hingga kalbuku
meneteskan air mata
apa harus sebegini sakit cara untuk membuktikan cintaku
apa harus sebegini sakit caraku agar membuatmu tetap tinggal
apa harus sebegini sakit untuk membuatmu merengkuh tubuhku yang lunglai

apa harus sebegini sakitnya mencintaimu...



Saturday, August 22, 2015

Bukan Aku yang Kau Rindukan?

Entah mengapa kemarau malam ini 
Begitu dingin
Bahkan hembusan ringan anginnya begitu menusukku
Makin kueratkan dekapan tanganku di dada
Berdiri di sisi jalan ini, malam ini
Sesekali kupandang persimpangan jalan itu
Dan masih tak kutemukan siluet tubuhmu 

Aku menunggumu...
Sama seperti malam kemarin
Aku menunggumu pulang
Dingin malam ini tak lagi terasa dilawan rasa rindu

Aku merindukanmu...
Di setiap pandangan yang kuhempaskan ada wajahmu
Di setiap hembusan nafas ada senyummu
Di setiap sujudku ada namamu
Di setiap langkahku ada kamu

Aku kehilanganmu...
Tak lagi aku temukan wajah damai yang selalu menyambutku di pagi hari
Tak lagi kudapatkan rengkuhan hangat dan manjamu di malam malamku
Tak lagi bisa kubaca diammu
Tak lagi ada kata kata yang membuatku yakin aku pemilik hatimu
Tak ada lagi.... 

Apakah aku telah benar kehilanganmu, kekasihku?
Apa masih namaku yang kau sebut dalam doamu?
Apa masih aku yang ada di saat kau menutup mata? 
Apa masih aku yang selalu kamu andalkan?
Apa masih aku yang memiliki hatimu?
Apa masih aku yang kau rindukan?

Aku masih menunggumu pulang sayang...
Berdiri di sini, masih merapatkan tanganku di dada
Dingin...
Tapi masih tak kutemukan siluetmu malam ini
Aku tak menemukanmu di bawah temaram lampu jalanan itu
Apa kau tak pulang malam ini?
Apa kau tak merindukanku?
atau
Bukan aku yang kau rindukan






Sunday, July 26, 2015

Dia yang Tak Pernah Mengucap Cinta Padaku

Dia...
Iya dia...
Dia yang menemaniku menari saat hujan senja kemarin
Dia yang memelukku dalam diam
Dia yang meraih tanganku dan mendekatkan ke dadanya

Dia...
Iya dia...
Dia yang selalu menyamakan langkahnya untuk sejajar denganku
Dia yang meraih tubuhku saat akan terjatuh
Dia yang menyediakan pundaknya untukku bersandar

Dia...
Iya dia...
Dia yang membuatku menggila karna rindu
Dia yang membuatku menangis karna terluka dan kecewa
Dia yang membuaktu muram karna kesepian

Dia...
Iya dia...
Dia yang tak pernah berucap cinta padaku
Tak pernah berkata rindu
Tak pernah mendesiskan kangen

Dia...
Iya dia...
Yang masih menjadi lekakiku

Friday, July 24, 2015

Yogya

Kamu...
Selalu menjadi rumah untuk pulang
Selalu menjadi obat membasuh luka
Selalu menjadi ceruk untuk mengubur kenangan buruk

Kamu...
Selalu punya cara menerimaku kembali
Selalu punya alasan untuk membuatku tersenyum
Selalu punya cerita indah untuk ku bawa pergi

Kamu...
Yogya.

Wednesday, July 22, 2015

Firasat

Gelisah dan rasa sesak di dada.
Aku menyebutnya firasat...
Mungkin kau bahasakan berbeda
Tapi yah...
Sesaknya dada ini tak datang karena sekedar gelisah
Bukan pula karna rindu
Atau romansa menggebu
Dan apa yang kusebut firasat ini Tak pernah tiba di masa yang salah
Tak pernah hadir bagi pertanda yang nisbi
Apa masih kau tepis terus firasat ini?
Jumawamu membuat sesaknya dadaku kian menjadi
Egomu membuat gelisahku tak berakhir
Diammu membuat rasa ini terus menggelegak
Apa yang ku sebut firasat
Mungkin kau bahasakan berbeda
Pulanglah,
Jika rinduku tak lagi membuatmu melangkah kaki tuk pulang
Mungkin
Gelisahku yang kan membawamu kembali...
Jika tidak...
Apa yang ku sebut firasat
Tak lagi menjadi firasat
Ia lebur dalam catatan takdir dan sejarah kita...

Tuesday, July 21, 2015

Aku Masih Mencintainya (Dear June #9)

June...
Mengapa gelap sekali di sini
Apa aku sudah mati June?
sepertinya tidak?
dada ini masih sakit June
tubuhku basah
karna air mata dan darah
nyeri sekali rasanya June
koyakannya lebih sakit dari sembilu
lubangnya menganga lebih dari terjangan peluru
aku tahu aku belum mati
tapi aku tak lagi bisa menari June
semua syaraf dan sendiku lumpuh
hanya ada rasa sakit ini saja June
semua gelap...
aku belum mati June
aku masih bisa bertahan
dan berbisik padanya
-aku mencintaimu-

Tarian Penuh Luka (Dear June #8)

- apa yang terjadi?
- mengapa tarianmu menggila?
- mengapa kau menari dengan hentakan rancak tapi dari matamu berderai air mata?
- hentikan tarianmu! duri dan semak ini melukai kaki telanjangmu
- tak kau rasakankah perih itu wahai perempuan? sementara telapakmu telah basah dan memerah
jangan hentikan June
jangan hentikan aku
jangan hentikan tarianku atau tangisku
jangan June...
biarkan duri itu menancap dan mengoyak kulitku
biarkan gerakanku semakin rancak dan menggila
biarkan...
biarkan sakit koyakan duri itu menggantikan sakitnya koyakan hati ini June
biarkan kegilaan tarianku mengaburkan air mata ini
aku terluka June...
terkoyak habis...
luka ini tak hanya bernanah tapi juga membusuk June
tapi aku tak mau merasakannya
aku mau melupakannya June
aku ingin menepisnya...
- mengapa wahai perempuan?
karna aku mencintainya June
aku begitu mencintainya
dia yang telah mengoyak jiwaku melukai rasaku
koyakan duri duri ini tak sesakit itu June rasanya
aku ingin menghilangkan sakitnya hatiku dan jiwaku
agar aku bisa tersenyum menyambutnya datang
dan berbisik
aku mencintaimu...

Jangan Hentikan Aku (Dear June #7)

jangan hentikan aku June
jangan hapus air mataku
jangan tahan aku
ada yang mengoyak di dalam tubuhku June
ada yang siap meledak
air mataku tlah lama terbendung
gelisahku sudah lama menggelayut
laksana awan hitam yang terus membayang di belakang langkahku
jangan hentikan aku June...
aku ingin mereka tahu
aku ingin ia tahu
aku kecewa berlarat larat
aku terluka terlalu dalam
aku gamang tak bertepian
apakah cinta ini begitu menyakitkan June
apakah tak cukup hanya sekedar berbagi tawa
dan menari bersama sepertiku denganmu
aku tak lagi bisa membedakan benar dan salah June
tak lagi kutahu jujur atau tipudaya
langkahku gamang June
tak lagi kutahu hitam dan putih
semua abu abu
apakah ia masih mencinta dan merinduku
apa detak jantungnya masih bergemuruh saat mendengar namaku
apa desiran darahnya masih terpacu saat aku merengkuhnya...
aku menjadi hampa June
tak kutahu kurasa semua yang pernah ada
entah dia yg menjadi asing
atau aku yang menjadi lian untuknya
aku merindunya June
dia yang merengkuhku saat malam tiba
dia yang menyebut namaku dengan penuh cinta
dia yang menggenggam tanganku agar tak hilang dari pandangannya...
aku merindukannya June
seperti kau merindukan hujanmu...

Aku Masih Pengantinnya (Dear June #6)

June...
aku benci bertemu denganmu saat resah
mungkin kau akan bertanya
gundah macam lagi yang menggoyahkan kekukuhanku...
Dia June... Dia...
Dia yang membuatku goyah
Ia ada tapi tak teraba June
laksana angin yang menghempas tubuhku senja kemarin
anginpun masih bisa kurasakan belaiannya...
Tapi ia...
Begitu dingin serupa menara di kutub utara
dia ada tapi entah mengapa aku tak dapat merengkuhnya...
jangan lantas kau bilang
"pastilah wahai perempuan, kalian telah berbeda"
tolong jangan katakan itu June
aku tahu tapi itu sangat menyakitkan buatku mendengarnya...
aku masih pengantinnya June
bahkan di jari ini masih melingkar cincin yang sama
apa karna aku telah menjadi ruh, aku tak lagi berarti...
June...
aku merindukannya
tahu kan June bagaimana tersiksanya merindu
Jika kau bertemu dengannya June
katakan aku masih pengantinnya
dan aku merindukannya

Merindu Langit (Dear June #5)

Dear June...
aku merindunya June
merindukan Langitku
dia yang dulu kutepiskan dari langkahku
ya June...
dia kutepiskan...
bukan karna aku tak inginkannya
tak mencintainya...
kutepiskan ia karna aku tak ingin dia luruh lebur bersamaku
aku tak ingin dia hancur jika memeluk erat tubuhku
aku merindunya June...
sangat...
merindukan ia yang pasti telah bahagia di sana
merindukan ia yang tak lagi senafas denganku
rindu yang kuyakin tak kan terselesaikan
aku merindukan Langitku June...
ketika mereka bisa memeluk merengkuh langitnya
aku tidak
aku merindukannya June
sungguh menyiksa...
salahkah aku June?
apakah Langitku masih menyebut namaku dalam lelapnya June?
katakan padaku
hiburlah aku dengan mengatakan ia masih menyebut namaku June
hiburlah aku dengan mengatakan ia akan memelukku saat kami bertemu
hiburlah aku June...
karna sungguh aku merindunya
rindu yang mencandu
rindu yang membisu
rindu yang...
ah... ini terlalu menyakitkan June

Kekasih Terasing (Dear June #4)

June...
Air mata ini luruh lagi malam ini
Sama seperti malam itu June...
Saat aku harus melepasnya pergi
Kau tahu kan June rasa sakit itu
Karna kau juga pasti pernah rasakannya
Tapi June...
Kali ini lebih menyakitkan
Apa yang lebih menyakitkan dari merasa terasing dari sang terkasih?
Bisakah kau jawab aku June?
Tak lagi ku kenal tawanya?
Tak lagi ku tahu diamnya?
Kami menjeda dalam pelukan
Bersisian tapi terjeda
Entah oleh apa...
June... Haruskah aku meratap?
Aku ingin menepis semua jeda ini June
Aku merasa asing
Kami merasa asing
Hanya ada diam dan jarak
June...
Tak bisakah aku meminjam pesonamu
Untuk membuatnya kembali berbincang denganku
Untuk membuatnya kembali menari bersamaku
Ijinkan aku June...
Aku lelah...
Tak lelahkah kau menemuiku dalam derai air mata?
--------
Gambar diambil dari sini https://www.pinterest.com/HCarlon/mythical-creatures/

Aku Takut Kehilangannya June (Dear June #3)

June...
Tahukah kamu aku begitu mencintainya
Bukan June... Bukan cinta yang menggebu
Bukan pula cinta yang membutakan...
Tapi cinta yang melepaskan...
membebaskan...
Pernakah kau mendengar kisahku
di saat saat itu June
Saat pagi pun terasa kelam
Saat tak ada alasan lain untuk hidup selain dia
dan saat itu
Seakan tercerabut semua...
nyawaku
ruhku
percayaku
imanku
hidupku
Berat June...
berat untuk akhirnya melepasnya
berat mengatakan "aku ikhlas"
June... tapi apa yang terjadi kini
Dia kembali
bahkan saat aku melepasnya pergi
Itu cintaku June...
Cintaku menjerat sekaligus melepasnya
Cintaku membelenggu sekaligus membebaskannya...
Tapi June...
Kini...
Aku mulai takut kehilangannya

Saya Benci Film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN


Ya, Saya benci film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN (SYTD). Kesimpulan ini semakin kuat setelah saya akhirnya menonton film ini semalam.

Sejak awal film SYTD dipromosikan secara gencar di berbagai media baik online maupun elektronik, saya sudah apatis. Begitu tahu tema yang diusung adalah POLIGAMI, saya semakin melangkah mundur.

Secara pribadi, saya membenci ide tentang POLIGAMI. Bukan karena saya membenci ketentuan Allah SWT yang memperbolehkan suami memiliki istri lebih dari satu. Hanya saja, sekarang ini jika dalih yang digunakan adalah ketentuan Allah SWT dan Sunnah Rasul hanya dijadikan sebagai "alat" saja. Dari semua istri Nabi Muhammad SAW, hanya satu yang berusia muda, yang lainnya berusia lebih tua dan janda. Sementara, pelaku poligami saat ini? Ahh... cukup saya membahas tentang mengapa saya tidak sepakat untuk yang satu ini.

Kembali saya akan bahas tentang film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN (SYTD). Dengan alasan yang saya sebut di atas, saya cukup yakin bahwa film ini tidak akan pernah masuk dalam list film yang saya lihat, baik itu di bioskop atau televisi. Dalam pikiran saya, film ini pasti hanya alat propaganda untuk melanggengkan ide poligami di tengah masyarakat.

Namun jujur, gencarnya promosi yang dilakukan oleh produser film ini, ke berbagai media sempat membuat saya penasaran. "Apa sih maunya orang ini? Dhamoo Punjabi, Asma Nadia, Hanung Bramantyo, dan para pemerannya ini? Ide apa yang mau mereka usung? Apa alasan mereka untuk membenarkan poligami itu dalam rumah tangga?"

Semalam (20/7), saat saya sudah ada bioskop untuk menonton film lainnya dengan suami. Entah mengapa, saya berubah pikiran dan membeli tiket untuk nonton film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN. Pikiran saya saat itu, paling gak saya punya bahan untuk semakin kukuh pada pendapat saya.

Saya melangkahkan kaki masuk ke theater dengan setengah hati dan sedikit menyesal, kenapa tadi saya berubah pikiran. Dan saya berpikir 124 menit ke depan adalah waktu terlama dan paling membosankan sepanjang hidup saya, karena harus melihat film yang secara ide tidak saya sukai.

Film yang digarap bersama oleh Dapur Film milik Hanung Bramantyo dan MD Picture ini memiliki setting Yogyakarta. Untuk pemilihan setting ini, cukup membuat saya semakin "jleb". Kota yang memiliki sejuta kenangan indah bagi saya. Ada Laudya Chintya Bella yang berperan sebagai Arini, Fedi Nuril sebagai Prasetya, dan Raline Shah sebagai Meirose. Di samping tiga nama itu ada nama nama lain, Zaskia Adya Mecca (yang hampir selalu ada di semua film Hanung), Landung Simatupang, Tanta Ginting, Sitoresmi Prabuningrat, Kemal Pahlevi, Vitta Mariana, dan Sandrinna Michelle yang berperan sebagai anak Pras dan Arini, Nadia.

Kisah dimulai dengan pertemuan Pras dan Arini yang berlanjut bagai dongeng. Mereka Ta'aruf dan akhirnya menikah. Memiliki anak yang cantik, rumah yang indah dengan latar belakang sawah dan gunung, karir yang bagus bagi keduanya. Semua indah bagai dongeng. Hingga muncul tokoh Meirose yang dengan segala problematika hidupnya berhasil membuat Pras "terjebak" untuk menikahinya. Mengesampingkan perasaan Arini, menepikan amanah ayah Arini untuk tidak menyakiti hatinya.

Dan konflik bagi laki laki beristri dua pun dimulai, adegan adegan Pras yang kebingungan mengatur waktu antara Arini dan Meirose, pekerjaanya yang terbengkalai, Hingga puncaknya saat Arini mengetahui pernikahan Pras dan Meirose.

Bagi saya, poin penting dalam film ini sebenarnya bukan ada dalam diri Pras, Arini, dan Meirose. Meskipun ketiganya memang pemeran utama. Namun yang menggerakkan alur dan konflik film ini adalah peran ibu Arini. Di saat scene ayah Arini meninggal, terkuaklah ternyata ayahnya memiliki istri lain yang diketahui oleh ibunya. Bertahun tahun sang Ibu menyembunyikannya dari Arini. Bagaimana keikhlasan, kekuatan, sikap nerimo, yang dimiliki ibu Arini saat menjelaskan kisahnya mengapa mau dimadu, yang secara tidak sadar mengarahkan jalan cerita ini. Salah satu adegan yang mengganggu pikiran saya saat Arini menanyakan pada ibunya bagaimana rasanya saat ibunya tahu sang ayah akan menikah dengan orang lain. Sang Ibu yang diperankan Sitoresmi menjawab dengan tenang bahwa memang sakit hatinya pada saat itu, sama yang dirasakan Arini, namun karena ia memikirkan jauh ke depan, tidak hanya soal ego pribadi, sakit hati pribadi, karena ada anak, yaitu Arini. Sang Ibu memikirkan masa depan anaknya, mewujudkan dongeng anaknya tentang keluarga madaniyah. Dan ketika Arini melakukan yang sama, dengan menerima Meirose, saya pikir di situlah kekuatan peran Ibu Arini.

Dia telah berhasil menunjukkan kepada Arini, memang ada yang harus dikorbankan untuk mewujudkan dongeng yang indah, tidak hanya bagi kita, tapi juga anak anak. Sang Ibu berhasil mengarahkan Arini untuk berdamai dengan keadaan, belajar untuk ikhlas, belajar untuk menerima semua ketentuan Allah SWT.

124 menit, ya 124 menit yang panjang. 124 menit saya disuguhi oleh gambar adegan yang membuat saya harus menahan nafas, menahan sakitnya di dada, mengusap air mata, dan mencerna semua adegan dan dialog.

Saya membenci film ini karna berhasil mengoyak ego saya, ide tentang dongeng sempurna yang saya bangun sejak dulu. Saya membenci film Surga yang Tak Dirindukan karena akhirnya membuat saya kembali berpikir, apa memang harus demikian? Apa memang harus sebegitu menyakitkannya?

Sama seperti Arini, saya juga tidak mengharapkan surga yang semacam itu. Saya tentu tidak akan mungkin setegar Arini atau ibunya yang bisa ikhlas dan menerima membagi hati dan berbagi suami dengan perempuan lain. Tapi yang akhirnya saya percaya setelah melihat film ini semua skenario yang dibuat oleh Allah SWT tentu terjadi bukan tanpa maksud. Tugas saya dan kita sebagai pelakon di dunia ini hanya harus memerankan sebaik mungkin.

Saya membenci film ini. Sungguh membencinya karena berhasil membuat saya yang dulu pongah dengan dongeng yang saya miliki menjadi bimbang. Memang bukan Surga yang seperti itu yang saya rindukan. Ada banyak monolog yang saya lakukan semenjak semalam. Dan saya masih belum bisa menempatkan diri sebagai perempuan dalam film itu.

Setelah melihat film ini saya teringat dengan sebuah kata kata yang bertahun tahun lalu diberikan seseorang pada saya

di saat kamu ikhlas melepaskannya 
di titik itulah sesungguhnya kamu telah mendapatkannya kembali 

Bagaimana ending film yang membuat jiwa raga saya mendidih ini? Anda harus melihatnya sendiri! Anda harus membuktikannya sendiri dan kembali mendefinisikan dongeng Anda! 




Tuesday, June 02, 2015

Menarilah Bersamaku June (Dear June #2)


Menarilah Bersamaku June...

Senja kali ini begitu memerah June 
Ia sepertinya memendam amarah entah mengapa
Tapi tahukah kau June... 
Aku begitu menikmati senja yang kini berselimut merah 
Aku menikmati senja yang penuh amarah

Selama ini dia terlalu hening June
Memelukku dalam sunyi 
Mencumbuku dalam sepi

Aku rindu senja yang memerah seperti kali ini June
Ia membuatku sadar bahwa ia ada untukku

Aku rindu berbincang denganmu June
Serindu aku menari di ujung senja 
Aku rindu lekuk lekuk tubuh yang temaram dihempas cahaya senja 

Masihkah kau ingat June 
Saat aku, kamu, dan senja melebur dalam satu tarikan nafas
Melebur dalam satu irama gerakan
Melebur dalam satu amarah yang sama

Biarkan June...
Biarkan senja ini memerah...
Agar kita bisa terus menari
Berpelukan
Berbincang 

Menarilah bersamaku June 
Biarkan senja yang memerah karna amarah semakin membara 
Melihat lekuk tubuh kita
Mendengar tawa riang kita...

Biarkan... 



Foto ambil di sini

June Dengarkan Kisahku (Dear June #1)

June...
Aku ingin berkisah padamu


Tentang sebuah hati yang patah
Tentang sebuah cinta yang terbelah
Tapi June...
Bukan airmata temanku berkisah
Yah... Bukan itu June...
Kita akan berbincang di sudut ruang itu
Di meja yang sama
Dengan kepulan aroma kopi yang memabukkan
Dan temaram cahaya yang mengaburkan muram
June...
Aku mencintainya...
Tapi aku terus terluka olehnya
Apakah ini cinta, June?

Kau dulu pernah berkata padaku June
Cinta itu indah
Cinta itu menguatkan
Cinta itu melenakan

Apakah ini cinta, June?
Mengapa cinta jadi sesakit ini...

June...
Aku ingin berkisah padamu...
Tentang sebuah ketabahan
Yang lebih tabah dari hujanmu

surabaya 020615


foto diambil dari sini





Monday, March 23, 2015

Dan Ketika Cinta Sudah Tak Berarti

Aku mencintaimu
Aku menyayangimu
Di semua kehidupan hanya kamu yang aku sayang...
Mencintaimu adalah candu yang selalu aku inginkan
Dan ketika semua kata-kata berbungah itu sudah menjadi tak berarti lagi. Bukan, bukan berarti cinta itu telah hilang atau berubah menjadi benci. Tapi, semua menjadi sesuatu yang... tidak berarti...
Mungkin terdengar janggal. Cinta, romansa, ibarat percikan api dalam sebuah hubungan. Memberikan gelora tak biasa dalam diri kita. Tak mendengar suaranya sebentar saja sudah resah. Tak dapat kabarnya sehari menjadi gelisah.
Tapi ibarat api yang memercik, cinta yang apa adanya akan berubah menjadi kobar api yang membakar hati. Saat cinta berubah menjadi ikatan. Rasa memiliki, takut kehilangan, tak ingin menjadi nomor sekian dalam hidup pasangan, dan... Ah kamu pasti tahu banyak lagi lainnya.
Dan ketika kobar api itu terus membakar hati, masihkah cinta yang hanya percikan mampu bertahan?
Sebab itulah saya bilang cinta tak lagi mempunyai arti. Ketika ikatan telah ditahbiskan, maka cinta saja tak cukup. Sebab cinta bisa menguap karena kobaran api dalam hati tadi. Karena percikan cinta tak mampu lagi menjaga ikatan hati.
Lantas apa yang penting? Kepercayaan dan Komitmen. Tapi percayalah padaku, dua hal ini adalah hal yang paling absurd untuk dijelaskan. Komitmen mungkin akan lebih mudah dimengerti, karena saat masing masing dari kita memegang komitmen, maka tugas selesai. Tapi komitmen pun mudah rapuh jika cinta tak kuat.
Kepercayaan, ada yang bilang kepercayaan itu seperti kertas, sekali kau remas dia tak akan pernah sama seperti awal lagi. Dan inilah masalahnya.
Ketika kepercayaanmu pernah dikhianati, dan kamu menganggap kertas itu masih bisa digunakan tinggal diratakan saja, atas dasar cinta kamu membangun sebuah ikatan dan komitmen. Apakah menuliskan kisahmu di kertas itu akan sama saat waktu kertas itu belum lecek? Tidak.
Akan selalu ada bayangan hitam yang meneror setiap langkahmu. Ketakutan akan merasakan pengkhianatan yang sama. Ketakutan akan kehilangan lagi cinta dalam hidupmu. Dan percayalah, semua itu perlahan akan membuatmu gila.
Dan karena cinta saja tak cukup untuk membuatmu kembali waras. Kobaran api pun semakin membesar. Hatimu akan menjadi serupa gumpalan asap. Ada tapi tak dapat dirasakan...

Ketika Yang Tersisa Hanyalah Air Mata

Hey kamu... Iya kamu... Kamu yang dulu datang lagi dalam hidupku dengan janji tuk tak lagi menghadirkan air mata di wajahku dengan jan...