Sunday, July 26, 2015

Dia yang Tak Pernah Mengucap Cinta Padaku

Dia...
Iya dia...
Dia yang menemaniku menari saat hujan senja kemarin
Dia yang memelukku dalam diam
Dia yang meraih tanganku dan mendekatkan ke dadanya

Dia...
Iya dia...
Dia yang selalu menyamakan langkahnya untuk sejajar denganku
Dia yang meraih tubuhku saat akan terjatuh
Dia yang menyediakan pundaknya untukku bersandar

Dia...
Iya dia...
Dia yang membuatku menggila karna rindu
Dia yang membuatku menangis karna terluka dan kecewa
Dia yang membuaktu muram karna kesepian

Dia...
Iya dia...
Dia yang tak pernah berucap cinta padaku
Tak pernah berkata rindu
Tak pernah mendesiskan kangen

Dia...
Iya dia...
Yang masih menjadi lekakiku

Friday, July 24, 2015

Yogya

Kamu...
Selalu menjadi rumah untuk pulang
Selalu menjadi obat membasuh luka
Selalu menjadi ceruk untuk mengubur kenangan buruk

Kamu...
Selalu punya cara menerimaku kembali
Selalu punya alasan untuk membuatku tersenyum
Selalu punya cerita indah untuk ku bawa pergi

Kamu...
Yogya.

Wednesday, July 22, 2015

Firasat

Gelisah dan rasa sesak di dada.
Aku menyebutnya firasat...
Mungkin kau bahasakan berbeda
Tapi yah...
Sesaknya dada ini tak datang karena sekedar gelisah
Bukan pula karna rindu
Atau romansa menggebu
Dan apa yang kusebut firasat ini Tak pernah tiba di masa yang salah
Tak pernah hadir bagi pertanda yang nisbi
Apa masih kau tepis terus firasat ini?
Jumawamu membuat sesaknya dadaku kian menjadi
Egomu membuat gelisahku tak berakhir
Diammu membuat rasa ini terus menggelegak
Apa yang ku sebut firasat
Mungkin kau bahasakan berbeda
Pulanglah,
Jika rinduku tak lagi membuatmu melangkah kaki tuk pulang
Mungkin
Gelisahku yang kan membawamu kembali...
Jika tidak...
Apa yang ku sebut firasat
Tak lagi menjadi firasat
Ia lebur dalam catatan takdir dan sejarah kita...

Tuesday, July 21, 2015

Aku Masih Mencintainya (Dear June #9)

June...
Mengapa gelap sekali di sini
Apa aku sudah mati June?
sepertinya tidak?
dada ini masih sakit June
tubuhku basah
karna air mata dan darah
nyeri sekali rasanya June
koyakannya lebih sakit dari sembilu
lubangnya menganga lebih dari terjangan peluru
aku tahu aku belum mati
tapi aku tak lagi bisa menari June
semua syaraf dan sendiku lumpuh
hanya ada rasa sakit ini saja June
semua gelap...
aku belum mati June
aku masih bisa bertahan
dan berbisik padanya
-aku mencintaimu-

Tarian Penuh Luka (Dear June #8)

- apa yang terjadi?
- mengapa tarianmu menggila?
- mengapa kau menari dengan hentakan rancak tapi dari matamu berderai air mata?
- hentikan tarianmu! duri dan semak ini melukai kaki telanjangmu
- tak kau rasakankah perih itu wahai perempuan? sementara telapakmu telah basah dan memerah
jangan hentikan June
jangan hentikan aku
jangan hentikan tarianku atau tangisku
jangan June...
biarkan duri itu menancap dan mengoyak kulitku
biarkan gerakanku semakin rancak dan menggila
biarkan...
biarkan sakit koyakan duri itu menggantikan sakitnya koyakan hati ini June
biarkan kegilaan tarianku mengaburkan air mata ini
aku terluka June...
terkoyak habis...
luka ini tak hanya bernanah tapi juga membusuk June
tapi aku tak mau merasakannya
aku mau melupakannya June
aku ingin menepisnya...
- mengapa wahai perempuan?
karna aku mencintainya June
aku begitu mencintainya
dia yang telah mengoyak jiwaku melukai rasaku
koyakan duri duri ini tak sesakit itu June rasanya
aku ingin menghilangkan sakitnya hatiku dan jiwaku
agar aku bisa tersenyum menyambutnya datang
dan berbisik
aku mencintaimu...

Jangan Hentikan Aku (Dear June #7)

jangan hentikan aku June
jangan hapus air mataku
jangan tahan aku
ada yang mengoyak di dalam tubuhku June
ada yang siap meledak
air mataku tlah lama terbendung
gelisahku sudah lama menggelayut
laksana awan hitam yang terus membayang di belakang langkahku
jangan hentikan aku June...
aku ingin mereka tahu
aku ingin ia tahu
aku kecewa berlarat larat
aku terluka terlalu dalam
aku gamang tak bertepian
apakah cinta ini begitu menyakitkan June
apakah tak cukup hanya sekedar berbagi tawa
dan menari bersama sepertiku denganmu
aku tak lagi bisa membedakan benar dan salah June
tak lagi kutahu jujur atau tipudaya
langkahku gamang June
tak lagi kutahu hitam dan putih
semua abu abu
apakah ia masih mencinta dan merinduku
apa detak jantungnya masih bergemuruh saat mendengar namaku
apa desiran darahnya masih terpacu saat aku merengkuhnya...
aku menjadi hampa June
tak kutahu kurasa semua yang pernah ada
entah dia yg menjadi asing
atau aku yang menjadi lian untuknya
aku merindunya June
dia yang merengkuhku saat malam tiba
dia yang menyebut namaku dengan penuh cinta
dia yang menggenggam tanganku agar tak hilang dari pandangannya...
aku merindukannya June
seperti kau merindukan hujanmu...

Aku Masih Pengantinnya (Dear June #6)

June...
aku benci bertemu denganmu saat resah
mungkin kau akan bertanya
gundah macam lagi yang menggoyahkan kekukuhanku...
Dia June... Dia...
Dia yang membuatku goyah
Ia ada tapi tak teraba June
laksana angin yang menghempas tubuhku senja kemarin
anginpun masih bisa kurasakan belaiannya...
Tapi ia...
Begitu dingin serupa menara di kutub utara
dia ada tapi entah mengapa aku tak dapat merengkuhnya...
jangan lantas kau bilang
"pastilah wahai perempuan, kalian telah berbeda"
tolong jangan katakan itu June
aku tahu tapi itu sangat menyakitkan buatku mendengarnya...
aku masih pengantinnya June
bahkan di jari ini masih melingkar cincin yang sama
apa karna aku telah menjadi ruh, aku tak lagi berarti...
June...
aku merindukannya
tahu kan June bagaimana tersiksanya merindu
Jika kau bertemu dengannya June
katakan aku masih pengantinnya
dan aku merindukannya

Merindu Langit (Dear June #5)

Dear June...
aku merindunya June
merindukan Langitku
dia yang dulu kutepiskan dari langkahku
ya June...
dia kutepiskan...
bukan karna aku tak inginkannya
tak mencintainya...
kutepiskan ia karna aku tak ingin dia luruh lebur bersamaku
aku tak ingin dia hancur jika memeluk erat tubuhku
aku merindunya June...
sangat...
merindukan ia yang pasti telah bahagia di sana
merindukan ia yang tak lagi senafas denganku
rindu yang kuyakin tak kan terselesaikan
aku merindukan Langitku June...
ketika mereka bisa memeluk merengkuh langitnya
aku tidak
aku merindukannya June
sungguh menyiksa...
salahkah aku June?
apakah Langitku masih menyebut namaku dalam lelapnya June?
katakan padaku
hiburlah aku dengan mengatakan ia masih menyebut namaku June
hiburlah aku dengan mengatakan ia akan memelukku saat kami bertemu
hiburlah aku June...
karna sungguh aku merindunya
rindu yang mencandu
rindu yang membisu
rindu yang...
ah... ini terlalu menyakitkan June

Kekasih Terasing (Dear June #4)

June...
Air mata ini luruh lagi malam ini
Sama seperti malam itu June...
Saat aku harus melepasnya pergi
Kau tahu kan June rasa sakit itu
Karna kau juga pasti pernah rasakannya
Tapi June...
Kali ini lebih menyakitkan
Apa yang lebih menyakitkan dari merasa terasing dari sang terkasih?
Bisakah kau jawab aku June?
Tak lagi ku kenal tawanya?
Tak lagi ku tahu diamnya?
Kami menjeda dalam pelukan
Bersisian tapi terjeda
Entah oleh apa...
June... Haruskah aku meratap?
Aku ingin menepis semua jeda ini June
Aku merasa asing
Kami merasa asing
Hanya ada diam dan jarak
June...
Tak bisakah aku meminjam pesonamu
Untuk membuatnya kembali berbincang denganku
Untuk membuatnya kembali menari bersamaku
Ijinkan aku June...
Aku lelah...
Tak lelahkah kau menemuiku dalam derai air mata?
--------
Gambar diambil dari sini https://www.pinterest.com/HCarlon/mythical-creatures/

Aku Takut Kehilangannya June (Dear June #3)

June...
Tahukah kamu aku begitu mencintainya
Bukan June... Bukan cinta yang menggebu
Bukan pula cinta yang membutakan...
Tapi cinta yang melepaskan...
membebaskan...
Pernakah kau mendengar kisahku
di saat saat itu June
Saat pagi pun terasa kelam
Saat tak ada alasan lain untuk hidup selain dia
dan saat itu
Seakan tercerabut semua...
nyawaku
ruhku
percayaku
imanku
hidupku
Berat June...
berat untuk akhirnya melepasnya
berat mengatakan "aku ikhlas"
June... tapi apa yang terjadi kini
Dia kembali
bahkan saat aku melepasnya pergi
Itu cintaku June...
Cintaku menjerat sekaligus melepasnya
Cintaku membelenggu sekaligus membebaskannya...
Tapi June...
Kini...
Aku mulai takut kehilangannya

Saya Benci Film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN


Ya, Saya benci film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN (SYTD). Kesimpulan ini semakin kuat setelah saya akhirnya menonton film ini semalam.

Sejak awal film SYTD dipromosikan secara gencar di berbagai media baik online maupun elektronik, saya sudah apatis. Begitu tahu tema yang diusung adalah POLIGAMI, saya semakin melangkah mundur.

Secara pribadi, saya membenci ide tentang POLIGAMI. Bukan karena saya membenci ketentuan Allah SWT yang memperbolehkan suami memiliki istri lebih dari satu. Hanya saja, sekarang ini jika dalih yang digunakan adalah ketentuan Allah SWT dan Sunnah Rasul hanya dijadikan sebagai "alat" saja. Dari semua istri Nabi Muhammad SAW, hanya satu yang berusia muda, yang lainnya berusia lebih tua dan janda. Sementara, pelaku poligami saat ini? Ahh... cukup saya membahas tentang mengapa saya tidak sepakat untuk yang satu ini.

Kembali saya akan bahas tentang film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN (SYTD). Dengan alasan yang saya sebut di atas, saya cukup yakin bahwa film ini tidak akan pernah masuk dalam list film yang saya lihat, baik itu di bioskop atau televisi. Dalam pikiran saya, film ini pasti hanya alat propaganda untuk melanggengkan ide poligami di tengah masyarakat.

Namun jujur, gencarnya promosi yang dilakukan oleh produser film ini, ke berbagai media sempat membuat saya penasaran. "Apa sih maunya orang ini? Dhamoo Punjabi, Asma Nadia, Hanung Bramantyo, dan para pemerannya ini? Ide apa yang mau mereka usung? Apa alasan mereka untuk membenarkan poligami itu dalam rumah tangga?"

Semalam (20/7), saat saya sudah ada bioskop untuk menonton film lainnya dengan suami. Entah mengapa, saya berubah pikiran dan membeli tiket untuk nonton film SURGA YANG TAK DIRINDUKAN. Pikiran saya saat itu, paling gak saya punya bahan untuk semakin kukuh pada pendapat saya.

Saya melangkahkan kaki masuk ke theater dengan setengah hati dan sedikit menyesal, kenapa tadi saya berubah pikiran. Dan saya berpikir 124 menit ke depan adalah waktu terlama dan paling membosankan sepanjang hidup saya, karena harus melihat film yang secara ide tidak saya sukai.

Film yang digarap bersama oleh Dapur Film milik Hanung Bramantyo dan MD Picture ini memiliki setting Yogyakarta. Untuk pemilihan setting ini, cukup membuat saya semakin "jleb". Kota yang memiliki sejuta kenangan indah bagi saya. Ada Laudya Chintya Bella yang berperan sebagai Arini, Fedi Nuril sebagai Prasetya, dan Raline Shah sebagai Meirose. Di samping tiga nama itu ada nama nama lain, Zaskia Adya Mecca (yang hampir selalu ada di semua film Hanung), Landung Simatupang, Tanta Ginting, Sitoresmi Prabuningrat, Kemal Pahlevi, Vitta Mariana, dan Sandrinna Michelle yang berperan sebagai anak Pras dan Arini, Nadia.

Kisah dimulai dengan pertemuan Pras dan Arini yang berlanjut bagai dongeng. Mereka Ta'aruf dan akhirnya menikah. Memiliki anak yang cantik, rumah yang indah dengan latar belakang sawah dan gunung, karir yang bagus bagi keduanya. Semua indah bagai dongeng. Hingga muncul tokoh Meirose yang dengan segala problematika hidupnya berhasil membuat Pras "terjebak" untuk menikahinya. Mengesampingkan perasaan Arini, menepikan amanah ayah Arini untuk tidak menyakiti hatinya.

Dan konflik bagi laki laki beristri dua pun dimulai, adegan adegan Pras yang kebingungan mengatur waktu antara Arini dan Meirose, pekerjaanya yang terbengkalai, Hingga puncaknya saat Arini mengetahui pernikahan Pras dan Meirose.

Bagi saya, poin penting dalam film ini sebenarnya bukan ada dalam diri Pras, Arini, dan Meirose. Meskipun ketiganya memang pemeran utama. Namun yang menggerakkan alur dan konflik film ini adalah peran ibu Arini. Di saat scene ayah Arini meninggal, terkuaklah ternyata ayahnya memiliki istri lain yang diketahui oleh ibunya. Bertahun tahun sang Ibu menyembunyikannya dari Arini. Bagaimana keikhlasan, kekuatan, sikap nerimo, yang dimiliki ibu Arini saat menjelaskan kisahnya mengapa mau dimadu, yang secara tidak sadar mengarahkan jalan cerita ini. Salah satu adegan yang mengganggu pikiran saya saat Arini menanyakan pada ibunya bagaimana rasanya saat ibunya tahu sang ayah akan menikah dengan orang lain. Sang Ibu yang diperankan Sitoresmi menjawab dengan tenang bahwa memang sakit hatinya pada saat itu, sama yang dirasakan Arini, namun karena ia memikirkan jauh ke depan, tidak hanya soal ego pribadi, sakit hati pribadi, karena ada anak, yaitu Arini. Sang Ibu memikirkan masa depan anaknya, mewujudkan dongeng anaknya tentang keluarga madaniyah. Dan ketika Arini melakukan yang sama, dengan menerima Meirose, saya pikir di situlah kekuatan peran Ibu Arini.

Dia telah berhasil menunjukkan kepada Arini, memang ada yang harus dikorbankan untuk mewujudkan dongeng yang indah, tidak hanya bagi kita, tapi juga anak anak. Sang Ibu berhasil mengarahkan Arini untuk berdamai dengan keadaan, belajar untuk ikhlas, belajar untuk menerima semua ketentuan Allah SWT.

124 menit, ya 124 menit yang panjang. 124 menit saya disuguhi oleh gambar adegan yang membuat saya harus menahan nafas, menahan sakitnya di dada, mengusap air mata, dan mencerna semua adegan dan dialog.

Saya membenci film ini karna berhasil mengoyak ego saya, ide tentang dongeng sempurna yang saya bangun sejak dulu. Saya membenci film Surga yang Tak Dirindukan karena akhirnya membuat saya kembali berpikir, apa memang harus demikian? Apa memang harus sebegitu menyakitkannya?

Sama seperti Arini, saya juga tidak mengharapkan surga yang semacam itu. Saya tentu tidak akan mungkin setegar Arini atau ibunya yang bisa ikhlas dan menerima membagi hati dan berbagi suami dengan perempuan lain. Tapi yang akhirnya saya percaya setelah melihat film ini semua skenario yang dibuat oleh Allah SWT tentu terjadi bukan tanpa maksud. Tugas saya dan kita sebagai pelakon di dunia ini hanya harus memerankan sebaik mungkin.

Saya membenci film ini. Sungguh membencinya karena berhasil membuat saya yang dulu pongah dengan dongeng yang saya miliki menjadi bimbang. Memang bukan Surga yang seperti itu yang saya rindukan. Ada banyak monolog yang saya lakukan semenjak semalam. Dan saya masih belum bisa menempatkan diri sebagai perempuan dalam film itu.

Setelah melihat film ini saya teringat dengan sebuah kata kata yang bertahun tahun lalu diberikan seseorang pada saya

di saat kamu ikhlas melepaskannya 
di titik itulah sesungguhnya kamu telah mendapatkannya kembali 

Bagaimana ending film yang membuat jiwa raga saya mendidih ini? Anda harus melihatnya sendiri! Anda harus membuktikannya sendiri dan kembali mendefinisikan dongeng Anda! 




Ketika Yang Tersisa Hanyalah Air Mata

Hey kamu... Iya kamu... Kamu yang dulu datang lagi dalam hidupku dengan janji tuk tak lagi menghadirkan air mata di wajahku dengan jan...