tentang dia yang tak pernah beranjak dari hatiku

Pertemuan yang sama sekali tidak terduga. Aku tidak menyiapkan apapun untuk kembali berhadapan dengan dia, laki-laki yang dulu kupanggil Aa'... Sungguh, aku tidak berharap akan bertemu atau bercakap-cakap dengannya, saat aku bersedia membuatkan black forest untuk ulangtahun mas Ian, keponakannya. Karena, kupikir aku hanya mengantarkan kue ulang tahun di rumah kakaknya. Tidak terpikir sedikitpun dia akan ada di sana. Tapi yah... takdir mempertemukan kami tepat satu bulan setelah ulang tahun pertama Langit.
Saat retina mataku menangkap sosoknya keluar dari dalam rumah sesaat desir jantungku terhenti. Ya Allah inikah laki-laki yang berbulan bahkan tahun menghilang dari hidupku... Selama bertahun-tahun kami bersama, aku telah melahirkan semua perasaan yang pernah diciptakan Tuhan pada diri manusia. Cinta, sayang, kangen, benci, rindu, dendam, marah, bahkan rasa tanpa rasa. Dan, saat kami dipertemukan kembali oleh Sang waktu dengan kecanggungan yang akut, berjabat tangan seperti dua orang asing, bertanya kabar sekedarnya, semua rasa yang dari dulu pernah hadir seketika hadir kembali secara bersamaan. Semua itu memenuhi dadaku dan membuncah, menggelegak.
Mereka yang hadir di rumah itu akan tahu betapa rikuhnya aku. Sungguh aku tak mampu mendefinisikan rasa apa yang hadir saat itu. Buncahan rasa di dada ini sama sekali tak terdefinisikan. Layaknya pelangi, warna-warni pelangi yang membias kemudian kembali menyatu yang ada dan tersisa hanyalah warna putih. Itupun yang kurasakan saat tadi bertemu dengannya. Semua rasa yang selama ini terselip di lipatan hati dan memoriku seketika berhamburan bersamaan. Dan yang kurasakan hanya kosong... nisbi... kecanggungan yang akut...
Aku sadar, aku tak setangguh ksatria manapun dalam mengendalikan perasaan. Karena itu, tadi aku memutuskan untuk segera pamit. Saat berpamitan dengannya, kami sempat bercakap-cakap ringan tentang hal-hal lain yang bukan tentang kami. Entah mengapa, dia bersikap sangat baik padaku. Dia memberiku semangat untuk merampungkan kuliah. Dia memberiku masukan tentang bisnis yang akan kumulai. Ternyata dia tahu banyak tentang hidupku akhir-akhir ini. Sungguh... saat kami bercakap-cakap sejenak tadi, gelegak perasaanku sama sekali tak terbendung. 
Ya Allah, ingin sekali aku memeluknya dan menangis di pundaknya seperti bertahun-tahun lalu. Ingin sekali aku mengatakan dia telah begitu menyakitiku. Ingin sekali aku mengatakan aku hampir menyerah menjalani semuanya sendiri. Ingin sekali membuatnya tahu, hidupku hancur dan berantakan setelah kami berpisah. Ingin sekali... 
Tapi egoku membuatku bergeming dan menahan air mata. Egoku membuatku mengatakan aku baik-baik saja padanya dan menunjukkan aku mampu bertahan tanpanya. Egoku membuatku memberi jeda darinya.
Namun, sepanjang perjalanan pulang, entah mengapa aku sadar dan menyesal menuruti egoku. Di perjalanan pulang tadi, hampir saja aku kembali ke rumah kakaknya dan menyatakan semua perasaanku. Suara dalam kepalaku mengurungkan semua. Mungkin dia telah bahagia dengan hidupnya kini. Dan, itu bukan denganku. Aku menyesal? Mungkin... Karena saat aku menuliskan semua ini tangisku tak putus. Dadaku sesak tak mampu lagi menahan buncahan rasa. Pertahananku jebol.
Kejadian hari ini membuatku menyadari satu hal, dia, laki-laki yang dulu kupanggil Aa', tak pernah pergi ke mana-mana dari hatiku. Sekuat apapun aku menafikkan perasaanku padanya, aku tetap mencintainya dengan caraku. Sekuat apapun aku berusaha menghadirkan orang lain untuk aku cintai dan mencintaiku, Aa' tak pernah beranjak dari hati dan memori hidupku. Sesakit apapun luka yang ia sertakan dalam jejaknya di hidupku. Aku tetap mencintainya karena satu dan lain hal yang tak pernah aku pahami.

Aa'... 
aku mencintaimu karena suatu sebab
aku membencimu karena suatu sebab
aku ingin menjauh darimu karena suatu sebab
aku merindumu karena suatu sebab
Sebab yang hingga kini tak mampu aku tafsirkan...
Aa'... 
satu hal yang harus kamu tahu
ternyata kamu tak pernah beranjak dari hatiku
hingga kini...
di saat aku sadar telah ada orang lain di hidupmu bahkan hidupku
entah... 
apa kita dipermainkan oleh takdir...
atau apa?
Kuserahkan semua pada Sang Waktu...
karena aku gagap dalam menafsirkan takdir...

Que aún te amo A'... ya sea por lo que, si hasta cuando ...


Comments

Popular posts from this blog

Apakah Catatan Saya Berguna??

Ukiran Sebuah Pertemuan

Pijar Lentera Keempat Kemudian Padam