Kesetiaan itu Langka tapi Ada

Kurang lebih satu bulan yang lalu saya menyaksikan ulasan sebuah film di Metro TV. Film itu Hachiko: A Dog's Story. Awalnya saya menyaksikannya sambil lalu, tapi kemudian ada satu komentar dari si presenter yang membuat saya duduk dengan tenang di depan televisi hingga ulasan film itu usai. Kurang lebih komentarnya bahwa film ini bukan hanya film tentang seekor anjing dengan tuannya melainkan kisah tentang kesetiaan abadi. Ulasan itu membuat saya terus bertanya-tanya kapan film itu akan diputar di Indonesia, lebih khusus lagi diputar di Surabaya atau Yogyakarta.
Kemudian, saya dapat kabar kalau Hachiko sudah diputar, tapi sayangnya saya tidak menemukan waktu yang pas untuk melihatnya. Baru hari ini itupun setelah meluang-luangkan waktu.
Hachiko: A Dog's Story, dibintangi oleh aktor yang memiliki ketampanan "abadi" (sampai tua gitu tetep aja keren) Richard Gere yang berperan sebagai Prof. Parker Wilson serta Joan Allen sebagai Cate Wilson, istri sang profesor. Kisah berawal ketika Ronnie berkisah tentang pahlawannya. Seekor anjing milik kakeknya.
Seekor anjing dikirim dalam sebuah perjalanan oleh seorang biksu di Jepang. Dalam perjalanannya, Hachiko akhirnya "lepas" di sebuah stasiun di kota Bedridge. Kemudian, si anjing yang tersesat bertemu dengan Parker. Prof. Parker bermaksud untuk menitipkan si anjing pada Carl, petugas stasiun, tapi Carl menolaknya dan menyarankan agar Parker membawa pulang anjing itu. Akhirnya Parker membawa pulang anjing itu. Meskipun di awal istrinya menolak kehadiran anjing itu, namun kemudian ia menerimanya karena melihat Parker dan anaknya Andy begitu bahagia dengan kehadiran anjing itu. Parker membawa si anjing kepada temannya Ken. Ken pun menjelaskan tentang anjing yang berjenis Akita dan ia pun membaca kalung yang melingkari leher anjing itu. Di liontin itu ada huruf kanji yang berarti Hachi atau delapan. Ia menjelaskan bahwa Hachi adalah lambang keberuntungan. Dan anjing jenis Akita adalah anjing yang begitu setia dengan majikannya. Biasanya dimiliki oleh keluarga kerajaan dan menjadi teman untuk berburu.  Sejak saat itu, anjing itu dipanggil dengan nama Hachi. Hachi mewarnai kehidupan keluarga Parker dan telah menjadi bagian dari keluarga, 
Hachi, adalah anjing yang spesial, ia begitu setia pada Parker. Saat pagi ia mengantarkan Parker ke stasiun kemudian ia pulang dan kembali ke stasiun tepat pukul 5 kurang 5 untuk menjemput Parker. Begitu seterusnya, Hachi selalu melakukan "ritual" yang sama setiap harinya. Apa yang dilakukan Hachi menarik perhatian banyak orang di sekitar stasiun, Jasjeet, si penjual hot dog, Mary Ann penjual buku, Carl petugas stasiun, dan pasangan suami istri penjual daging. Hachi setia menunggu kedatangan Parker di depan pintu stasiun dari hari ke hari. Hingga Parker kemudian meninggal di kampusnya dan tidak pernah keluar dari pintu stasiun untuk pulang. Tapi Hachi terus menunggunya hingga malam, hingga Andy, anak Parker, menjemput Hachi pulang.
Setelah Parker meninggal dunia, Hachi tinggal bersama Andy. Namun, Hachi sepertinya ikut merasakan kehilangan, ia tidak banyak beraktifitas. Hingga suatu hari Hachi kabur dari rumah dan pergi ke stasiun di kota Bedridge. Sejak itu ia terus menunggu "kedatangan" Parker, tuannya, di depan pintu stasiun. Di tempat yang sama setiap harinya. Hingga musim berganti dan Hachi pun menjadi pembicaraan setiap orang di kota itu hingga menarik seorang wartawan untuk meliputnya. Selepas itu kisah tentang Hachi, anjing yang setia menunggu kedatangan tuannya yang sudah meninggal menjadi legenda di kita itu. Hachi telah menjadi bagian dari hidup semua orang di Bedridge. Hachi terus menunggu di stasiun hingga 10 tahun kemudian. Cate yang sedang berziarah di makam Parker, terkejut karena melihat Hachi masih setia menunggu. Hachi terus setia menunggu hingga dia meninggal di depan stasiun itu.
Film ini terinspirasi dari kisah yang sama tentang Hachiko, anjing yang setia pada tuannya Prof. Hidesaburo Ueno, profesor departemen agricultur di Universitas Tokyo, Jepang. Hachi di dunia nyata meninggal di tahun 1935. Hachi menjadi legenda di kota Shibuya, Jepang. Bahkan di depan stasiun Shibuya terdapat monumen Hachiko.
Hachiko mengajarkan saya akan banyak hal. Terutama adalah tentang kesetiaan. Kesetiaan yang hanya patah oleh usia. Kesetiaan tanpa pamrih. Kesetiaan yang hanya dapat terjadi, jika tidak hanya rasa cinta kasih yang mendasari sebuah hubungan melainkan juga bentuk penghormatan, menghargai, pengabdian, dan mendasarkan semua pada kepercayaan.
Berharap sebuah kesetiaan ataupun bersetia pada satu diri mungkin merupakan barang langka sekarang ini. Banyak sekali alasan yang dijadikan pembenaran saat sebuah perselingkuhan atau ketidaksetiaan terjadi. Namun bukan berarti kesetiaan abadi itu tidak ada. Beberapa kisah bertebar di sekitar kita. Salah satunya adalah kisah seorang wanita yang memegang kesetiaannya hingga ruh terpisah dari raganya. Ainun Habibie, wanita berusia 72 tahun, istri dari presiden ketiga Indonesia BJ Habibie. Kisah Ibu Ainun menjadi istimewa bagi saya, karena beliau dengan setianya mendampingi sang suami dalam keadaan apapun dan dimanapun Pak Habibie berada. Di Jerman maupun Indonesia. Kesetiaan dan kebaikan Ibu Ainun yang selalu ada di sisi suaminya membuat beliau pun mendapat perlakuan yang sama dari suami dan anak-anaknya. Pak Habibie tak sesaat pun beranjak dari isi Ibu Ainun. Hingga beliau menghembuskan nafas terakhirnya di Jerman.
Dua kisah ini benar-benar membuat saya tersadarkan. Kesetiaan tidak dapat diraih dalam waktu sekejap. Kesetiaan adalah sebuah proses panjang sebuah hubungan. Apakah itu hubungan antar manusia pun manusia dengan makhluk lain.
Mungkin saya bukan Hachiko yang begitu setia dengan tuannya atau Ibu Ainun yang memegang teguh kesetiaannya hingga ruh itu terlepas. Saya hanya perempuan yang cukup tahu apa itu mencintai, pengorbanan, dan kesetiaan. Saya perempuan yang tahu menempatkan kesetiaan saya sampai sejauh apa. Saya perempuan yang tahu kepada siapa saya harus setia dan menunggu kehadirannya.
Kesetiaan itu langka tapi ada.

A True Story of Faith, Devotion and Undying Love 

Comments

fanny said…
yup...setuju banget
akfe surabaya said…
apakah bisa membangun kesetiaan yang telah terkoyak?
pasti bisa ! mungkin butuh proses, tapi pasti bisa...
rhedo said…
hm.. ga bisa komentar banyak2..ckup direnungkan dan dimengerti..^^
hm..kayaknya harus belajar banyak kpd Hachi ttg kesetiaan yg tak lekang olh waktu..
Anonymous said…
saya setuju,.

Popular posts from this blog

Apakah Catatan Saya Berguna??

Ukiran Sebuah Pertemuan

Pijar Lentera Keempat Kemudian Padam