Saturday, October 31, 2009

Tentang Sebuah Pilihan

Pilihan dan memilih bagiku adalah sebuah perkara rumit. Karena hal tersebut tidak hanya berhenti pada "proses menentukan pilihan" tapi sampai pada pertanggungajawaban yang menyertai pengambilan keputusan. Terkadang aku bertanya-tanya sendiri jika memang takdir kita telah tersurat sejak kita terlahir, lantas mengapa kita masih dirumitkan dengan pilihan-pilihan dalam hidup. Tapi, lantas aku tersadar bahwa hidup takkan terlepas pada sebuah pilihan-pilhan.
Dan aku tersudut dalam keheningan di sini, sedang menimbang berbagai pilihan yang berkecamuk dalam otakku. Setiap subjek permasalahan yang mempunyai pilihan-pilihan untuk dipilih. Aku dihadapkan pada pilihan-pilhan yang sungguh membuatku penat. Coba kalian pikir aku harus memilih antara menyelesaikan skripsi yang deadlinenya makin dekat, usaha yang mulai jalan dan butuh konsentrasi, dan gelitik kreatifitas yang terus menggodaku untuk terus menulis dan berkarya. Semua pilihan yang penting buatku dan sulit buatku membuat prioritas atas semuanya. Atau yang satu ini, aku harus dihadapkan pada pilihan yang rumit antara masa depan dan cita-cita, kebahagiaan orang tua, atau tanggung jawab atas darah yang mengalir dan tumbuh di tubuhku. Memilih salah satu diantaranya akan berimplikasi negatif bagi yang lain.  
Aku terjepit pada situasi yang jujur saja membuatku jengah. Apakah kita tidak bisa memilih semua dengan segudang pertimbangan yang mungkin bisa kita sampaikan. Tapi, seorang teman pernah berkata padaku "Orang akan terlihat bijaksana berdasar pada pilihan-pilihan yang diambilnya." Apa dengan begitu aku tidak bijaksana karena memilih untuk tidak memilih. 
Semuanya penting buatku. Menyelesaikan skripsi, membangun usaha, menulis dan berkarya, dan semua hal yang memaksa aku untuk memilih salah satunya. Aku pilih semua. Tapi marilah tanyakan padaku, mana diantara semua pilihan itu yang paling susah untuk dijalani....
Memilih untuk bertanggung jawab atas darah yang mengalir dan memilih untuk mengambil peran sebagai bunda. Pilihan yang aku pilih (jujur) karena bukan sepenuhnya inginku. Tapi aku nggak mau lari dari masalah. Memilih untuk bertanggungjawab atas semua kesalahan. Memilih untuk mencintai dan mensyukuri Karunia Tuhan ini. Dan untuk pilihan yang satu ini, hanya keikhlasan yang menguatkanku. Sudah tak terkira air mata, pedih, dan pengorbanan yang harus kudera. Untuk pilihan yang satu ini, jujur saja bukan hanya tentang aku dan pilihanku. Pilihan ini bersangkutan dengan banyak nama, banyak cerita, banyak kepentingan. Semua itu membuat aku memilih pilihan ini lengkap dengan konsekuensi di belakangnya yang menyertai. 
Tentang sebuah pilihan dan pilihan lainnya, bahagia ataupun tidak, terpaksa ataupun kehendak sendiri, ikhlas ataupun tidak...Maka yang terpilih itulah yang terjadi. Setelah itu siap untuk bertanggungjawab atas semua pilihan. Pilihan ada untuk dipilih? Kalau aku Pilihan ada untuk tidak dipilih salah satu.... Memilih semua pilihan dan melakukan dengan sebaik mungkin dan ikhlas....
         

Thursday, October 29, 2009

Sepucuk Surat dari Lokalisasi

Malam itu dengan lampu seadanya, Aning terlihat sedang menulis. Ia menulis sambil meneteskan airmata.

Dari Aning di Surabaya buat Bapak-bapak Polisi
Pak Polisi, Aning mau minta tolong. Tolong bebasin ibu Aning yang bapak tangkap dua minggu yang lalu. Aning tahu Ibu sudah salah, udah bunuh orang. Tapi itu juga salah Mami, Ibu waktu itu lagi sakit tapi Mami maksa Ibu kerja. Trus Om itu juga mukulin Ibu Aning. Aning mau jenguk Ibu tapi nggak boleh keluar ama Mami. Mami takut kalo Aning kabur.
Pak Polisi selama ini Ibu kerja cuma buat nyekolahin Aning. Trus kalo Ibu dipenjara, siapa yang bayarin sekolah Aning ? Sebentar lagi Aning masuk SMP, Aning tetap mau sekolah. Tolong ya Pak, bebasin Ibu Aning. Aning nggak pengen jauh dari Ibu. Kalau nggak ada Ibu, orang-orang di sini jahat ama Aning. Aning  juga ga punya temen lagi. Orang-orang bilang Aning anak pembunuh. Tolong Aning Pak Polisi, bebasin Ibu. 

Ia mengakhiri tulisannya. Ia masukkan secarik kertas itu ke dalam amplop. Aning mengendap keluar dari kamarnya menuju belakang rumah. Di sana sudah menunggu Pak Toyo, tukang becak yang selama ini dekat dengan Aning dan Ibunya.
"Paklik, niki surate." Kata Aning sambil menyerahkan amplop surat itu. "Tenan ta iki dikekno Polisi?" kata Pak Toyo.
"Iyo, cepetan jangan sampai ketemu Mami." kata Aning kemudian. Pak Toyo segera meninggalkan deretan wisma itu. Pak Toyo menuju kantor polisi tempat Ibu Aning dipenjara, Ia mengedarai becak yang selama ini ia gunakan untuk menyambung hidup. Namun di saat ia tengah melintas di jalan raya, Pak Toyo dan becaknya terpelanting ke aspal. Sebuah truk yang melaju cepat menyambarnya. Kejadian itu menyita perhatian orang-orang di sekitar lokasi. Seorang wartawan nampak sedang mengambil gambar Pak Toyo yang terkapar di jalan. Wartawan itu tiba-tiba menunduk ketika ia melihat lipatan kertas menyembul di saku Pak Toyo. Wartawan itu mengambilnya dan pergi.
Wartawan itu bernama Rako. Di depan meja kerjanya, ia membaca kerta yang ia temukan tadi. Keningnya nampak berkerut ketika ia membaca. Seketika ia membuka data-data berita yang ia tulis di komputer. "Ini dia!" seru Rako. Ia terus membaca file itu. "Apa surat ini ada hubungannya dengan kasus PSK ini. Kalau dilihat dari waktu kejadiannya sih sama." kata Rako sambil terus berpikir. "Lebih baik aku selidiki saja." katanya kemudian. Rako memutuskan untuk menemui Aning dan menanyakan kebenaran surat itu.
"Maaf Bu, saya ingin bertemu Aning." kata Rako pada Mami. Mami memandang Rako dengan penuh curiga.  "Maaf ya, Aning ga bisa keluar." kata Mami singkat. Rako nampak berpikir dan mencari akal lain. "Di sini juga nggak papa kok, cuma sebentar aja." kata Rako kemudian. "Berani bayar berapa kamu?" tanya Mami. Rako terkejut dengan perkataan Mami. Namun ia nampak tenang. "50.000, gimana?" tawar Rako. "Kamu ngebet ya, lagian kok kamu sukanya ama anak kecil sih. Tapi sudahlah bukan urusan aku. Mana uangnya, sebentar aku panggil anaknya." Rako menyerahkan uang pada Mami, kemudian perempuan tua itu masuk ke dalam. Tak lama ia keluar dengan seorang anak perempuan. Aning duduk di hadapan Rako sambil menunduk.
"Adik yang namanya Aning?" tanya Rako.
"Ya mas, A..A...Ada apa?" tanya Aning gugup
"Kamu sudah tahu tentang kematian Pak Toyo?" ujar Rako sambil diam-diam menyalakan recordernya. "Iya, padahal Paklik Toyo satu-satunya orang yang bisa membantu saya dan Ibu." kata Aning sambil tetap menunduk. Kemudian Rako mengeluarkan surat yang ia temukan dan menyodorkannyapada Aning. "Ini tulisan kamu?" Rako bertanya pelan. "Alhamdulilah...Aning udah pikir udah hilang, Om dapat dari mana?" kata Aning. Wajahnya berubah sumringah.
"Di tempat kecelakaan itu. Maksud saya datang ke sini saya mau minta ijin untuk mengangkat masalah kamu ke media. Mudah-mudahan itu bisa membantu kamu dan Ibumu keluar dari masalah ini." jelas Rako dengan suara lirihnya.
"Apa benar Om bisa membantu Ibu?" tanya Aning tidak percaya.
"Aku akan berusaha semampuku. Jujur saja aku tersentuh dengan kisahmu dan Ibumu. Jadi bagaimana, boleh?" tanya Rako. Percakapan mereka terpotong. Ketika Mami datang dan meminta Rako pergi. "Kamu harus pergi!" kata Mami. "Ya sebentar lagi, bagaimana dek?" tanya Rako, sementara Mami menariknya keluar. Rako masih menunggu jawaban Aning. Kemudian Aning terlihat tersenyum dan mengangguk. Melihat isyarat Aning, segera Rako meninggalkan wisma itu.
Rako membuktikan janjinya. Kasus Aning dan Ibunya menjadi salah satu headline dari surat kabar tempat Rako bekerja. Selain itu juga, Rako menghubungi teman-temannya di Komnas Anak serta beberapa LSM untuk membantu Aning. Teman-teman Rako di LBH juga bersedia mendampingi Ibu Aning. Dalam waktu singkat, Aning sudah keluar dari lokalisasi itu. Ia kini tinggal di panti sosial. Sementara, kasus Ibu Aning juga mendapat penanganan yang serius. Pada sidang putusan, hakim memvonis 6 tahun kepada Ibu Aning.

6 TAHUN KEMUDIAN
Aning telah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Kini ia berdiri di depan pintu LP menunggu Ibunya. Di sampingnya berdiri Rako, wartawan yang dahulu membantunya. Seorang wanita paruh baya keluar dari pintu LP dengan senyum yang mengembang. Anak dan Ibu itu berpelukan dan tangis keduanya pun pecah. Rako nampak menyudahi tangis mereka. Ibu Aning meraih tangan Rako dan menciumnya. Ya, sekarang Rako bukan hanya pahlawan yang menolong mereka dari permasalahan. Rako adalah ayah Aning, suami ibunya.
Mereka bertiga meninggalkan pelataran LP itu dengan senyum bahagia. Satu keyakinan terpatri di benak mereka, di depan sana kebahagiaan telah menunggu untuk diraih.

kebahagiaan akan hadir di saat tepat dan cara yang indah                 

Wednesday, October 28, 2009

Tlah kudapatkan kembali Langitku

Pernah dengar kata-kata kebahagiaan akan hadir di saat yang tepat dan cara yang indah... Tanyakan padaku apakah kata-kata itu berhasil padaku!!! Kalau sekarang aku pasti akan menjawab YA...
Empat bulan yang lalu, aku berada pada titik nadir... Dia, yang kupanggil langit, yang selama ini kujadikan sandaran, padanya kurajut mimpi-mimpi masa depan, dengannya kucoba tuk lalui semua kegetiran meskpiun tertatih, dia memilih tuk menjauh. Aku yang selama lebih dari empat tahun dibawanya terbang ke langit ke tujuh seakan dijatuhkan begitu saja ke bumi. Aku terjatuh dan hancur. Aku marah, sakit hati, kecewa, terluka, dan hancur. Semua mimpi yang kubangun seketika hancur tak berpuing dan lenyap bagai debu yang dihembus angin. Sempat aku menggugat Tuhan atas semua ketidakadilan ini, mempertanyakan apa salahku. Dan terus saja menyalahkan orang lain, diri sendiri, bahkan Tuhan. Api kehidupan dalam ragaku seketika padam. Tak lagi berarti semua di luar diriku.
Tapi, kemudian aku disadarkan. Terus menyalahkan orang lain bahkan diri sendiri takkan merubah apapun. Toh, dia takkan kembali. Ku coba merenungkan semua yang terjadi. Dan aku tiba pada sebuah keputusan besar dalam hidupku. Kuputuskan untuk menenangkan batinku, salah satunya dengan menggunakan jilbab. Aku mencoba mencari sekeping jiwaku yang hilang. Mungkin selama ini aku telah salah karena telah menggantungkan harapan pada manusia, telah begitu mengagungkan dia yang kucintai dengan sangat.
Tuhan memang Maha Kuasa. Ia selalu menemukan cara yang indah untuk menyapa makhlukNya. Dengan Kuasanya ia mengembalikan Langit dengan cara yang Ia pilih. Mungkin aku telah kehilangan langit sebagai seorang laki-laki yang pernah kucintai. Tapi Tuhan dengan caraNya telah mengijinkan langit meninggalkan jejak di kehidupanku sekarang dan selanjutnya. Entah aku harus menganggap ini Karunia atau Hukuman dariNya. Tapi aku percaya Tuhan telah menyiapkan rencana indah buatku.
Aku menerima Langit dalam kehidupanku. Aku telah mendapatkan Langitku kembali dengan cara yang tak terduga. Laki-laki itu telah pergi tapi ia meninggalkan jejak darah yang akan terus mengikat kami berdua, selamanya. Kini aku bersama Langit, berjalan bersama melewati langkah-langkah yang aku yakin tak mudah. Senafas, sedetak, Sejiwa, Seraga...
Dan sekarang tanyakan aku apakah aku bahagia kini... :-) Di tengah tekanan, beban, dan langkah yang berat berjalan lewati semua seorang diri...Aku bahagia !!! Mungkin dengan format kebahagiaan yang berbeda dengan sebelumnya. Aku tetap bermimpi dan membangun mimpiku tapi mungkin semua jadi tak sama lagi.
Ini semua bukan tentang Aku dan lelaki itu. Ini semua bukan hanya tentang rasa cinta yang tak mungkin berbalas. Ini bukan hanya tentang berakhirnya sebuah hubungan.
Ini tentang sebuah mimpi yang hancur. Ini tentang sebuah asa yang mungkin kembali nyala meskipun redup. Ini tentang sebuah kehidupan baru yang harus diperjuangkan. Ini tentang mencari arti sebuah kebahagiaan.

Tuesday, October 27, 2009

Nge-Blog ampe Mati

Tanggal 27 Oktober ini katanya sih hari nge blog nasional...Weeeww, aku baru tahu sih heheheheh
Nothing special about this day, aku bangun jam 11 siang setelah tidur mulai jam 4 pagi... Cuma sih emang bedanya apa yang aku lakukan sebelum dan sesudah tidur...Yupiii Nge-Blog...Aktifitas yang baru-baru aja aku temuin keasyikannya (kemana aja aku nih selama ini)
Pengen buat tanggal 27 Oktober nih hari spesial sih...Setelah menimbang dan berpikir...Akhirnya kuputuskan
drendengdengdengdengdeng
Komitmen Ngeblog Ampe Mati

Susah nih bikin komitmen ini, tapi ya... harus ada yang spesial kan. Kalau ditanya kenapa aku bikin komitmen nggak penting kayak gitu. Weits itu penting ya, at least buat aku. Karena sebelumnya juga telah berkomitmen untuk menjadi seorang penulis. Penulis yang menulis bukan untuk alasan apapun di luar karena dia ingin menulis (termasuk uang dan popularitas hahahahah).
Dan perkara sampai kapan aku bakal menulis dan ngBlog...Mungkin sampai jari-jariku tak bisa lagi menekan tust-tust keyboard....
So... Happy Blogger Day n for me Happy a Commitment of Blogging Ever's Day Hahahahahaha


Monday, October 26, 2009

Bunyi dan Sunyi


burung berkicau
anjing menggonggong
laki-laki menjerit
berteriak...berteriak
kendaraan beradu gas
pesawat menggeram di langit
srigala melolong
melengking...melengking
lengkingan memekakkan telinga
aku bertanya akankah sunyi datang

Beku

aku duduk terdiam
tanpa kata-kata
tulangku gemetar
lututku mengkerut
kerongkonganku kering
bukan tanpa sebab
aku beku...jiwaku...ragaku...
aku beku
karna mata itu
mata elang itu
mata itu bukan milikku
aku ingin mata itu
untuk hangatku
jiwaku
ragaku
yang beku

Aku...Mengapa?

ketika tuturan tak lagi didengar
ketika tawa tak lagi berarti
ketika tangis tak lagi mengobati
lantas mengapa...
mengapa rintik hujan masih membasahi tanah
mengapa nafas masih menderu di dada
mengapa ruh masih melekat
toh...
hidup matiku tak berarti bagimu
ah ya... aku tahu
aku juga tak lebih berarti berada di dekatMu

Aku Perlu Lebih dari Sekedar Kata

aku perlu lebih dari sekedar kata
'tuk sampaikan apa yang ku ingin
aku perlu lebih dari sekedar cinta
'tuk pahami yang aku cinta
tapi...
tak lagi kupahami apa makna kata
dan arti cinta
mungkin juga...
tak penting lagi bagiku
apa sebuah kata dan sebentuk cinta itu berarti
karna sekarang kata dan cinta telah tunduk
tunduk pada sesuatu yang kini
perlahan menyergapku
maut....
cuihhhh...
hanya pada maut saja mereka tunduk
hahahahahahahaah
tapi...
memang pada mautlah aku tak mampu berkutik

Badai

Semilir angin untuk membasuh peluhku tak juga mengalir
Melainkan badai yang menghempas ragaku
Bukan badai yang kuinginkan
     tapi badailah yang menemaniku dalam kesendirian
Jika itu telah tersurat
Badai sebesar apapun akan kuterima
    dengan senyum
Krna hanya badai yang memelukku dalam kehangatan
   tanpa rasa rikuh...bersamaku
Badai...datanglah padaku

Saturday, October 24, 2009

Cinta Platonik : sekedar cinta atau simbol ikhlas

Beberapa waktu lalu aku terjebak dalam percakapan tentang cinta dengan seorang kawan. Tiba-tiba ia mencetuskan kata-kata, "Cinta yang tak harus memiliki itu platonik. Sakit jeh..." Kata-kata yang membuatku lantas berpikir, apakah memang "Cinta yang tak memiliki" atau cinta platonik itu memang hanya menyisakan kegetiran???
Benar jika cinta akan membawa kebahagiaan bagi dua insan yang merasakannya. Cinta akan meninggalkan bunga-bunga indah dalam kehidupan ketika cinta itu bersemi dan tumbuh. Namun bagaimana jika di perjalanan sebuah hubungan rasa cinta itu menghilang. Muncul ketidaknyamanan satu sama lain atau salah satu diantaranya. Pun ketika ternyata kita harus menerima kenyataan pasangan kita menemukan kembali kenyamanan dan cinta itu pada diri yang lain. Kalau sudah demikian apa kita masih tetap berkeras mempertahankan hubungan itu. Cinta memang harus diperjuangkan tapi juga tidak bisa dipaksakan, kan?
JIka sudah demikian, satu-satunya cara melepas dia meraih kebahagiaannya. Meskipun dengan demikian itu akan melukai kita yang masih merasa cinta. Mencintai yang demikian, mencintai yang tak dapat memiliki... Menyakitkan kah? Ya....itu memang sakit. Menghancurkan harapan dan impian mungkin. Tapi esensi dari Cinta bukankah sebuah Pengorbanan. Berbahagia saat melihat orang yang kita cintai bahagia. Tidak mudah memang. Tapi mungkin!!! Pengorbanan dalam cinta memang tidak mudah. Cinta Platonik memang tidak mudah dan menyakitkan.
Tapi semua akan sebanding. Ikhlas melepas bagian yang paling kita cintai untuk meraih cintanya dan kebahagiaannya jauh dari jangkauan kita akan membuat kita benar-benar bisa merasakan Cinta. Kita tak akan pernah menyadari arti dari seseorang sebelum kita kehilangannya. Melepas cinta untuk merasakan Cinta yang lebih kuat dan menguatkan.
Tak hanya sakit yang didapatkan dari cinta platonik. Karena rasa ikhlas melepaskannya akan membuatnya menjadi lebih istimewa. Hanya saja terkadang kita terlarut dalam rasa sakit dan kehilangan. Sibuk meratap dan menyalahkan orang lain. Padahal jika sejenak saja kita berhenti untuk menelisik rasa sakit dan mulai belajar ikhlas menerima semua, maka Cinta yang sesungguhnya akan hadir
;-)
   

Friday, October 23, 2009

Aku Sebuah Daun

aku sebuah daun
daun...
aku baru saja jatuh gugur
baru saja aku menikmati hembusan angin
sinar matahari yang memasuki pori-pori hijauku



tapi...
kini aku berada di bawah
di tanah...
terinjak-injak
dipermainkan oleh angin
terombang-ambing
tubuhku terkoyak-koyak
hancur
perih
ku ingin kembali-kembali
tubuhku... aku ingin tumbuhku kembali
aku tak mau terkoyak-koyak
aku ingin kembali di pucuk sana
aku sebuah daun
sebuah daun

Ketika Yang Tersisa Hanyalah Air Mata

Hey kamu... Iya kamu... Kamu yang dulu datang lagi dalam hidupku dengan janji tuk tak lagi menghadirkan air mata di wajahku dengan jan...