Sepucuk Surat dari Lokalisasi
Malam itu dengan lampu seadanya, Aning terlihat sedang menulis. Ia menulis sambil meneteskan airmata.
Dari Aning di Surabaya buat Bapak-bapak Polisi
Pak Polisi, Aning mau minta tolong. Tolong bebasin ibu Aning yang bapak tangkap dua minggu yang lalu. Aning tahu Ibu sudah salah, udah bunuh orang. Tapi itu juga salah Mami, Ibu waktu itu lagi sakit tapi Mami maksa Ibu kerja. Trus Om itu juga mukulin Ibu Aning. Aning mau jenguk Ibu tapi nggak boleh keluar ama Mami. Mami takut kalo Aning kabur.
Pak Polisi selama ini Ibu kerja cuma buat nyekolahin Aning. Trus kalo Ibu dipenjara, siapa yang bayarin sekolah Aning ? Sebentar lagi Aning masuk SMP, Aning tetap mau sekolah. Tolong ya Pak, bebasin Ibu Aning. Aning nggak pengen jauh dari Ibu. Kalau nggak ada Ibu, orang-orang di sini jahat ama Aning. Aning juga ga punya temen lagi. Orang-orang bilang Aning anak pembunuh. Tolong Aning Pak Polisi, bebasin Ibu.
Ia mengakhiri tulisannya. Ia masukkan secarik kertas itu ke dalam amplop. Aning mengendap keluar dari kamarnya menuju belakang rumah. Di sana sudah menunggu Pak Toyo, tukang becak yang selama ini dekat dengan Aning dan Ibunya.
"Paklik, niki surate." Kata Aning sambil menyerahkan amplop surat itu. "Tenan ta iki dikekno Polisi?" kata Pak Toyo.
"Iyo, cepetan jangan sampai ketemu Mami." kata Aning kemudian. Pak Toyo segera meninggalkan deretan wisma itu. Pak Toyo menuju kantor polisi tempat Ibu Aning dipenjara, Ia mengedarai becak yang selama ini ia gunakan untuk menyambung hidup. Namun di saat ia tengah melintas di jalan raya, Pak Toyo dan becaknya terpelanting ke aspal. Sebuah truk yang melaju cepat menyambarnya. Kejadian itu menyita perhatian orang-orang di sekitar lokasi. Seorang wartawan nampak sedang mengambil gambar Pak Toyo yang terkapar di jalan. Wartawan itu tiba-tiba menunduk ketika ia melihat lipatan kertas menyembul di saku Pak Toyo. Wartawan itu mengambilnya dan pergi.
Wartawan itu bernama Rako. Di depan meja kerjanya, ia membaca kerta yang ia temukan tadi. Keningnya nampak berkerut ketika ia membaca. Seketika ia membuka data-data berita yang ia tulis di komputer. "Ini dia!" seru Rako. Ia terus membaca file itu. "Apa surat ini ada hubungannya dengan kasus PSK ini. Kalau dilihat dari waktu kejadiannya sih sama." kata Rako sambil terus berpikir. "Lebih baik aku selidiki saja." katanya kemudian. Rako memutuskan untuk menemui Aning dan menanyakan kebenaran surat itu.
"Maaf Bu, saya ingin bertemu Aning." kata Rako pada Mami. Mami memandang Rako dengan penuh curiga. "Maaf ya, Aning ga bisa keluar." kata Mami singkat. Rako nampak berpikir dan mencari akal lain. "Di sini juga nggak papa kok, cuma sebentar aja." kata Rako kemudian. "Berani bayar berapa kamu?" tanya Mami. Rako terkejut dengan perkataan Mami. Namun ia nampak tenang. "50.000, gimana?" tawar Rako. "Kamu ngebet ya, lagian kok kamu sukanya ama anak kecil sih. Tapi sudahlah bukan urusan aku. Mana uangnya, sebentar aku panggil anaknya." Rako menyerahkan uang pada Mami, kemudian perempuan tua itu masuk ke dalam. Tak lama ia keluar dengan seorang anak perempuan. Aning duduk di hadapan Rako sambil menunduk.
"Adik yang namanya Aning?" tanya Rako.
"Ya mas, A..A...Ada apa?" tanya Aning gugup
"Kamu sudah tahu tentang kematian Pak Toyo?" ujar Rako sambil diam-diam menyalakan recordernya. "Iya, padahal Paklik Toyo satu-satunya orang yang bisa membantu saya dan Ibu." kata Aning sambil tetap menunduk. Kemudian Rako mengeluarkan surat yang ia temukan dan menyodorkannyapada Aning. "Ini tulisan kamu?" Rako bertanya pelan. "Alhamdulilah...Aning udah pikir udah hilang, Om dapat dari mana?" kata Aning. Wajahnya berubah sumringah.
"Di tempat kecelakaan itu. Maksud saya datang ke sini saya mau minta ijin untuk mengangkat masalah kamu ke media. Mudah-mudahan itu bisa membantu kamu dan Ibumu keluar dari masalah ini." jelas Rako dengan suara lirihnya.
"Apa benar Om bisa membantu Ibu?" tanya Aning tidak percaya.
"Aku akan berusaha semampuku. Jujur saja aku tersentuh dengan kisahmu dan Ibumu. Jadi bagaimana, boleh?" tanya Rako. Percakapan mereka terpotong. Ketika Mami datang dan meminta Rako pergi. "Kamu harus pergi!" kata Mami. "Ya sebentar lagi, bagaimana dek?" tanya Rako, sementara Mami menariknya keluar. Rako masih menunggu jawaban Aning. Kemudian Aning terlihat tersenyum dan mengangguk. Melihat isyarat Aning, segera Rako meninggalkan wisma itu.
Rako membuktikan janjinya. Kasus Aning dan Ibunya menjadi salah satu headline dari surat kabar tempat Rako bekerja. Selain itu juga, Rako menghubungi teman-temannya di Komnas Anak serta beberapa LSM untuk membantu Aning. Teman-teman Rako di LBH juga bersedia mendampingi Ibu Aning. Dalam waktu singkat, Aning sudah keluar dari lokalisasi itu. Ia kini tinggal di panti sosial. Sementara, kasus Ibu Aning juga mendapat penanganan yang serius. Pada sidang putusan, hakim memvonis 6 tahun kepada Ibu Aning.
6 TAHUN KEMUDIAN
Aning telah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Kini ia berdiri di depan pintu LP menunggu Ibunya. Di sampingnya berdiri Rako, wartawan yang dahulu membantunya. Seorang wanita paruh baya keluar dari pintu LP dengan senyum yang mengembang. Anak dan Ibu itu berpelukan dan tangis keduanya pun pecah. Rako nampak menyudahi tangis mereka. Ibu Aning meraih tangan Rako dan menciumnya. Ya, sekarang Rako bukan hanya pahlawan yang menolong mereka dari permasalahan. Rako adalah ayah Aning, suami ibunya.
Mereka bertiga meninggalkan pelataran LP itu dengan senyum bahagia. Satu keyakinan terpatri di benak mereka, di depan sana kebahagiaan telah menunggu untuk diraih.
kebahagiaan akan hadir di saat tepat dan cara yang indah
Comments