Izinkan aku bermimpi...
Hanya sejenak dalam lelap...
Izinkan aku bermimpi
Ketika nyata itu mulai menyakitkan...
Karena hanya dalam mimpi
ku bisa senyata itu mendekapmu
Bahkan dalam mimpi pun
kuasa itu tak datang padaku
kuasa tuk milikimu...
Monday, September 20, 2010
Tanpa Rasa -- Cokelat
aku tak rasa lagi hilang akan dirimu
aku tak rasa lagi hampa tanpa dirimu
aku telah biasa untuk melepaskannya
aku sudah biasa untuk tanpa dirinya
semua yang telah terjadi biarlah terjadi
semua yang kan terjadi biarkan menjadi
aku telah biasa untuk hadapi semua
aku sudah biasa hadapi segalanya
tak ada lagi sedih untuk kehilanganmu
tak ada lagi tangis untuk dirimu
tak akan ada benci kepadamu
semua tentang dirimu semua telah berlalu
aku tak rasa lagi hampa tanpa dirimu
aku telah biasa untuk melepaskannya
aku sudah biasa untuk tanpa dirinya
semua yang telah terjadi biarlah terjadi
semua yang kan terjadi biarkan menjadi
aku telah biasa untuk hadapi semua
aku sudah biasa hadapi segalanya
tak ada lagi sedih untuk kehilanganmu
tak ada lagi tangis untuk dirimu
tak akan ada benci kepadamu
semua tentang dirimu semua telah berlalu
Angel -- Sarah McLachlan
Spend all your time waiting
For that second chance,
For a break that would make it okay
There's always some reason
To feel not good enough
And it's hard, at the end of the day
I need some distraction,
Oh beautiful release.
Memories seep from my veins
Let me be empty,
Oh and weightless
And maybe I'll find some peace tonight
[Chorus]
In the arms of the angel,
Fly away from here,
From this dark, cold hotel room,
And the endlessness that you feel
You are pulled from the wreckage,
Of your silence reverie.
You're in the arms of the angel,
May you find some comfort here.
So tired of the straight line,
And everywhere you turn,
There's vultures and thieves at your back
The storm keeps on twisting.
Keep on building the lies
That you make up for all that you lack.
Don't make me difference,
Escape one last time.
It's easier to believe in this sweet madness,
Oh this glorious sadness.
That brings me to my knees
[Chorus]
You're in the arms of the angel,
May you find some comfort here.
For that second chance,
For a break that would make it okay
There's always some reason
To feel not good enough
And it's hard, at the end of the day
I need some distraction,
Oh beautiful release.
Memories seep from my veins
Let me be empty,
Oh and weightless
And maybe I'll find some peace tonight
[Chorus]
In the arms of the angel,
Fly away from here,
From this dark, cold hotel room,
And the endlessness that you feel
You are pulled from the wreckage,
Of your silence reverie.
You're in the arms of the angel,
May you find some comfort here.
So tired of the straight line,
And everywhere you turn,
There's vultures and thieves at your back
The storm keeps on twisting.
Keep on building the lies
That you make up for all that you lack.
Don't make me difference,
Escape one last time.
It's easier to believe in this sweet madness,
Oh this glorious sadness.
That brings me to my knees
[Chorus]
You're in the arms of the angel,
May you find some comfort here.
My Heart Sings
Nunung : sing like a wind
Trah : and let's time frozen in silent, I do fly away..
Nunung : yeah... fly away with a couple wings
Trah : with the wings that I believe in, we can see every invisible thing in dream...beautiful dream
Nunung : hanya mimpi dan imaji yang memmbebaskan kita tuk berkisah
Trah : kebebasan tanpa dibatasi ruang dan waktu, menjinakkan logika dan rasio sejenak 'tuk mengabarkan mimpi & imaji setiap kisah taman hati..
Nunung : berkisah dalam bahasa kesunyian, bahasa mereka yang tlah lama beku dan berkubang dalam diam... bahasa milik kita...
Trah : mungkin segala sesuatu telah berbeda adanya, mungkin sebagian telah membenamkan kisahnya dalam tawa, mungkin sebagian kisahnya jatuh bersama hujan. Disana anak-anak sungai kesunyian tetap mengalir menuju muara...bahasa milik kita bercerita dilautan lepas..my heart sings..
Nunung : my heart sings...ketika dua mimpi dan imaji bersatu dalam sebuah kisah ketika dua aliran sungai bermuara pada samudera yang samaketika sepasang burung gereja berkisah tentang kita sambil terbang beriring... ketika kita larut dalam kesunyian milik kita
my heart sings...
Trah : Debur ombak ini seperti letupan degup jantung saja Bias keperakan ombak dari matahari seperti harapan saja Terbanglah setinggi-tingginya...menari-nari diatas awan Terbang beriring Bermain-main diatas riak gelombang.....menjemput senja...menjemput malam...mengarungi hari-hari milik kita... my heart sings
Nunung : senja begitu cepat datang hari inimenanti kita dan lamunan kita tentang sebuah kisah, kisah yang sempat kita bisikkan pada deburan ombak... pada awan-awan yang berarakpada hembusan angin... mengapa senja begitu cepat hampiri kita? apakah karena aku dan kamu yang tlah lebur dalam kita? ataukah senja pun rasakan rindu yang sangat seperti yang kita rasakan... my heart sings
Trah : kini arakan awan terlelap di ufuk barat... warna langit senja perlahan diselimuti malam dengarlah satu kisah sunyi dalam helaan nafas panjang bisikan angin senandungkan bait-bait dahaga pencarian entah dimana engkau berada..ialah ucap isi lautan... terdalam
kini kita menunggu gemerlap taburan bintang-bintangmerangkai satu demi satu menjadi mozaik sebuah namasatu nama seperti malam terindah yang pernah kita rasakan... then my heart sings
Nunung : langit tak sepenuhnya kelam malam ini karena di sana ada tebaran sketsa bintang, tak hanya sebuah nama, tapi itu sketsa bintang serupa wajahmu... ku ingin melukis kisah kita di antara kelam langit itu kisah yang terwakili dengan sketsa-sketsa bintang
namun yang kurasakan hanya angin yang memelukku dalam sunyi, namun kesunyian yang menenangkan karena kutahu kita memandang langit yang sama, sketsa bintang yang sama, meskipun dari jejak bumi yang berbeda
Trah : di belahan bumi yang lain satu kisah menatap langit malam, di belahan bumi yang lain satu kisah saling meraih bintang dan akan kuceritakan rahasia perayaan setiap tahun baru di sana kunyanyikan lagu peredam sorak ramai jiwa-jiwa... disana kupetik senar gitar dengan nada-nada pelipur hati lalu kubisikkan kepada malam..sungguh tak pernah merasa kehilangan kesunyian ini membawa jiwaku mengenal keindahan keindahan ini membuatku mengerti bahwasanya disini..dibumi ini, dalam ruang mimpi dan imaji, aku tak pernah sendiri... kulihat gemerlap taburan cahaya bintang dilangit sana..then my heart sing, "we'll never get alone, we'll shine on.." 'till I fall asleep..
Nunung :then my heart sings, lagu tentang kesunyian, lagu tentang mimpi, lagu tentang gemintang di langit... lagu tentang deburan ombak di pantai, lagu tentang kita... my heart sings
Trah : dalam lagu kita dan sekejap kedipan matajiwaku terbang menjelajahi tebing-tebing
dalam lagu kita dan sekejap kedipan mata...jiwaku melayang-layang dilaut selatan
dalam lagu kita dan sekejap kedipan mata jiwaku menjadi api unggun lembah gunung
lagu-lagu kesunyian dibawah langit yang sama ...dengarlah, my heart sings..
Nunung : My Heart Sings... bentangan langit yang sama dengan bintang yang sama, lagu-lagu kesunyian ini, lagu kita membawa kita menunjuk bintang yang sama...pun ketika sang bintang tergelincir ke bumi namun akankah kita merapalkan doa yang sama? doa tentang kisah kita dalam keheningan malam di bawah sketsa wajahmu dalam gemintang, lagu kita mengalun dalam sunyi, lagu yang tak teraba oleh indera pendengar kita, lagu yang hanya bisa kita rasakan, lagu dari hati kita... My Heart Sings
Trah : doa-doa yang tak sempat diucapkan dalam kata doa-doa yang lebih banyak mensyukuri kepekaan rasa doa-doa kita yang sejukkan gersang bumi sepanjang haridoa-doa yang menjadi cahaya penerang perjalanan kita...sketsa wajah abadi kerlap-kerlip bintang sketsa sejuta titip kerinduan langit malammasih ku iringi dengan denting gitar..lagu-lagu binar hati kita... the wind blows forever my heart sings...
May 08, 2010
by. Nunung & Trah
sebuah sketsa percakapan kita suatu hari ^_^
ps: Catatan ini adalah sebentuk percakapan antara aku dan Trah (seorang sahabat dunia maya). Catatan yang berawal dari coment-comment di status Facebooknya. Bisa diintip di sini juga ^_^
Trah : and let's time frozen in silent, I do fly away..
Nunung : yeah... fly away with a couple wings
Trah : with the wings that I believe in, we can see every invisible thing in dream...beautiful dream
Nunung : hanya mimpi dan imaji yang memmbebaskan kita tuk berkisah
Trah : kebebasan tanpa dibatasi ruang dan waktu, menjinakkan logika dan rasio sejenak 'tuk mengabarkan mimpi & imaji setiap kisah taman hati..
Nunung : berkisah dalam bahasa kesunyian, bahasa mereka yang tlah lama beku dan berkubang dalam diam... bahasa milik kita...
Trah : mungkin segala sesuatu telah berbeda adanya, mungkin sebagian telah membenamkan kisahnya dalam tawa, mungkin sebagian kisahnya jatuh bersama hujan. Disana anak-anak sungai kesunyian tetap mengalir menuju muara...bahasa milik kita bercerita dilautan lepas..my heart sings..
Nunung : my heart sings...ketika dua mimpi dan imaji bersatu dalam sebuah kisah ketika dua aliran sungai bermuara pada samudera yang samaketika sepasang burung gereja berkisah tentang kita sambil terbang beriring... ketika kita larut dalam kesunyian milik kita
my heart sings...
Trah : Debur ombak ini seperti letupan degup jantung saja Bias keperakan ombak dari matahari seperti harapan saja Terbanglah setinggi-tingginya...menari-nari diatas awan Terbang beriring Bermain-main diatas riak gelombang.....menjemput senja...menjemput malam...mengarungi hari-hari milik kita... my heart sings
Nunung : senja begitu cepat datang hari inimenanti kita dan lamunan kita tentang sebuah kisah, kisah yang sempat kita bisikkan pada deburan ombak... pada awan-awan yang berarakpada hembusan angin... mengapa senja begitu cepat hampiri kita? apakah karena aku dan kamu yang tlah lebur dalam kita? ataukah senja pun rasakan rindu yang sangat seperti yang kita rasakan... my heart sings
Trah : kini arakan awan terlelap di ufuk barat... warna langit senja perlahan diselimuti malam dengarlah satu kisah sunyi dalam helaan nafas panjang bisikan angin senandungkan bait-bait dahaga pencarian entah dimana engkau berada..ialah ucap isi lautan... terdalam
kini kita menunggu gemerlap taburan bintang-bintangmerangkai satu demi satu menjadi mozaik sebuah namasatu nama seperti malam terindah yang pernah kita rasakan... then my heart sings
Nunung : langit tak sepenuhnya kelam malam ini karena di sana ada tebaran sketsa bintang, tak hanya sebuah nama, tapi itu sketsa bintang serupa wajahmu... ku ingin melukis kisah kita di antara kelam langit itu kisah yang terwakili dengan sketsa-sketsa bintang
namun yang kurasakan hanya angin yang memelukku dalam sunyi, namun kesunyian yang menenangkan karena kutahu kita memandang langit yang sama, sketsa bintang yang sama, meskipun dari jejak bumi yang berbeda
Trah : di belahan bumi yang lain satu kisah menatap langit malam, di belahan bumi yang lain satu kisah saling meraih bintang dan akan kuceritakan rahasia perayaan setiap tahun baru di sana kunyanyikan lagu peredam sorak ramai jiwa-jiwa... disana kupetik senar gitar dengan nada-nada pelipur hati lalu kubisikkan kepada malam..sungguh tak pernah merasa kehilangan kesunyian ini membawa jiwaku mengenal keindahan keindahan ini membuatku mengerti bahwasanya disini..dibumi ini, dalam ruang mimpi dan imaji, aku tak pernah sendiri... kulihat gemerlap taburan cahaya bintang dilangit sana..then my heart sing, "we'll never get alone, we'll shine on.." 'till I fall asleep..
Nunung :then my heart sings, lagu tentang kesunyian, lagu tentang mimpi, lagu tentang gemintang di langit... lagu tentang deburan ombak di pantai, lagu tentang kita... my heart sings
Trah : dalam lagu kita dan sekejap kedipan matajiwaku terbang menjelajahi tebing-tebing
dalam lagu kita dan sekejap kedipan mata...jiwaku melayang-layang dilaut selatan
dalam lagu kita dan sekejap kedipan mata jiwaku menjadi api unggun lembah gunung
lagu-lagu kesunyian dibawah langit yang sama ...dengarlah, my heart sings..
Nunung : My Heart Sings... bentangan langit yang sama dengan bintang yang sama, lagu-lagu kesunyian ini, lagu kita membawa kita menunjuk bintang yang sama...pun ketika sang bintang tergelincir ke bumi namun akankah kita merapalkan doa yang sama? doa tentang kisah kita dalam keheningan malam di bawah sketsa wajahmu dalam gemintang, lagu kita mengalun dalam sunyi, lagu yang tak teraba oleh indera pendengar kita, lagu yang hanya bisa kita rasakan, lagu dari hati kita... My Heart Sings
Trah : doa-doa yang tak sempat diucapkan dalam kata doa-doa yang lebih banyak mensyukuri kepekaan rasa doa-doa kita yang sejukkan gersang bumi sepanjang haridoa-doa yang menjadi cahaya penerang perjalanan kita...sketsa wajah abadi kerlap-kerlip bintang sketsa sejuta titip kerinduan langit malammasih ku iringi dengan denting gitar..lagu-lagu binar hati kita... the wind blows forever my heart sings...
May 08, 2010
by. Nunung & Trah
sebuah sketsa percakapan kita suatu hari ^_^
ps: Catatan ini adalah sebentuk percakapan antara aku dan Trah (seorang sahabat dunia maya). Catatan yang berawal dari coment-comment di status Facebooknya. Bisa diintip di sini juga ^_^
Aku Mulai Takut Pada Diriku
Entah mengapa aku mulai
takut pada diriku sendiri. Ketakutan yang dulu pernah hilang, namun
entah mengapa beberapa waktu terakhir muncul kembali. Dan semakin
membuatku resah. Entah ini sebuah gift atau ternyata sebuah
kutukan. Sejak dulu sekali, aku menyadari bahwa apa yang kupikirkan akan
terjadi, benar terjadi. Meskipun tak selalu tepat benar. Tapi itu
terjadi. Tapi yang membuatku takut bukan itu, tapi pada sebuah rangkaian
peristiwa yang membuatku berkesimpulan, ketika aku benar-benar membenci
seseorang, entah mengapa akan terjadi hal buruk padanya. Atau paling
tidak tak ada kebahagiaan yang menjamah hidupnya.
Jujur saja, sejak pertama kali aku tahu dan menyadari apa yang terjadi padaku. Aku sangat takut. Aku pernah dan mungkin masih sangat membenci seseorang. Dia yang telah memporak-porandakan masa kecilku yang bahagia. Sejauh yang aku tahu, sekarang dia adalah manusia tanpa jiwa. Ia kehilangan ingatannya, gila, entah karena sebab apa. Itu pun informasi yang aku dapat tanpa sengaja. Jika kalian bertanya apakah aku masih membencinya saat aku mendengar berita tentangnya, jawabannya ya. Mengingat semua yang telah ia lakukan padaku dan keluargaku, pastinya aku tak semudah itu memaafkan dia.
Aku menyadari apa yang terjadi padaku ini bertahun-tahun silam, setelah ada beberapa "korban" yang entah mengapa kebencianku pada mereka memberikan andil pada apa yang mereka alami. Lalu pada saat itu, aku berusaha semampu yang aku bisa untuk tak mengisyaratkan rasa benci pada siapapun. Sesekali rasa tidak suka pada seseorang itu muncul, tapi segera aku tepis kebencian itu jauh-jauh. Mencoba selalu mencari sisi baik dari setiap orang. Berusaha dekat dengan mereka yang aku benci meskipun awalnya tak nyaman. Aku berusaha untuk tidak memelihara kebencian itu pada diriku.
Sejak aku mulai menyadari apa yang aku alami. Aku tidak pernah benar-benar membenci seseorang dengan sangat. Jika ada 1-2 orang yang aku tak suka secara personal, aku tak benar-benar membencinya dan aku mulai mampu berdamai dengan rasa tidak suka itu.
Tapi setahun yang lalu, malapetaka itu muncul. Aku merasakan kebencian yang memuncak. Aku teramat sangat membenci beberapa nama. Aku bersumpah sekuat tenaga berusaha untuk tidak membenci mereka. Tapi luka yang mereka torehkan sudah bernanah dan membusuk. Aku sama sekali tidak dapat menepis kebencian itu. Hingga kini. Pada satu nama, kebencian itu lebur juga dalam cinta. Membuatku memohon bahkan pada diriku sendiri untuk tidak membencinya. Karena aku sangat mencintainya, hingga kini. Benci dan cinta itu luruh saling menyatu pada setiap helaan nafasku. Dan terus membuatku bimbang. Pada nama yang lain, yang tersisa hanyalah kebencian yang teramat dalam. Kebencian yang telah aku lemparkan ke dasar palung hatiku. Hingga detik ini pun tak sedikitpun niatku hapuskan benci itu.
Aku tak tahu pasti apa yang terjadi pada dua nama terakhir yang aku benci itu. Yang aku tahu kehidupan mereka tak berjalan sebagaimana mestinya. Aku tak ingin jumawa dengan mengatakan itu semua akibat kebencianku pada mereka. Tapi hingga detik saat aku menuliskan semua ini, aku masih teramat sangat membenci mereka. Aku tak tahu apa yang mampu menghilangkan kebencian ini. Mungkin waktu yang mungkin akan mengobati semua luka ini.
Jika pada detik ini aku masih terus merasakan kebencian yang sangat pada mereka dan di saat yang sama tak satu kebahagiaanpun yang mereka dapat hanya malapetaka, apakah aku sudah sepatutnya mulai takut pada diriku sendiri???
Ini kutukan, aku sadar itu. Tapi haruskah aku tak merasakan kebencian pada mereka yang jelas-jelas mencabik-cabik kebahagiaanku? Aku benci pada diriku yang seperti ini.
Sungguh aku takut...
Tapi aku pun tak mungkin memaksa diriku untuk menghapus kebencian itu. Jika sampai saat ini pun luka itu masih menganga. Jujur, sisi iblisku merasa puas jika mereka yang telah membuatku menderita, terluka, dan terhina mengalami malapetaka atau mungkin ketidak bahagiaan dalam hidup mereka. Tapi, aku bukan iblis... ingin sekali aku membunuh iblis dalam diriku. Tapi hingga kini, aku masih kalah. Aku tak bisa membunuh kebencianku. Dan sungguh aku tak dapat membayangkan apa yang mungkin akan terjadi pada mereka...
Hanya sebuah monolog tentang diri sendiri
Jujur saja, sejak pertama kali aku tahu dan menyadari apa yang terjadi padaku. Aku sangat takut. Aku pernah dan mungkin masih sangat membenci seseorang. Dia yang telah memporak-porandakan masa kecilku yang bahagia. Sejauh yang aku tahu, sekarang dia adalah manusia tanpa jiwa. Ia kehilangan ingatannya, gila, entah karena sebab apa. Itu pun informasi yang aku dapat tanpa sengaja. Jika kalian bertanya apakah aku masih membencinya saat aku mendengar berita tentangnya, jawabannya ya. Mengingat semua yang telah ia lakukan padaku dan keluargaku, pastinya aku tak semudah itu memaafkan dia.
Aku menyadari apa yang terjadi padaku ini bertahun-tahun silam, setelah ada beberapa "korban" yang entah mengapa kebencianku pada mereka memberikan andil pada apa yang mereka alami. Lalu pada saat itu, aku berusaha semampu yang aku bisa untuk tak mengisyaratkan rasa benci pada siapapun. Sesekali rasa tidak suka pada seseorang itu muncul, tapi segera aku tepis kebencian itu jauh-jauh. Mencoba selalu mencari sisi baik dari setiap orang. Berusaha dekat dengan mereka yang aku benci meskipun awalnya tak nyaman. Aku berusaha untuk tidak memelihara kebencian itu pada diriku.
Sejak aku mulai menyadari apa yang aku alami. Aku tidak pernah benar-benar membenci seseorang dengan sangat. Jika ada 1-2 orang yang aku tak suka secara personal, aku tak benar-benar membencinya dan aku mulai mampu berdamai dengan rasa tidak suka itu.
Tapi setahun yang lalu, malapetaka itu muncul. Aku merasakan kebencian yang memuncak. Aku teramat sangat membenci beberapa nama. Aku bersumpah sekuat tenaga berusaha untuk tidak membenci mereka. Tapi luka yang mereka torehkan sudah bernanah dan membusuk. Aku sama sekali tidak dapat menepis kebencian itu. Hingga kini. Pada satu nama, kebencian itu lebur juga dalam cinta. Membuatku memohon bahkan pada diriku sendiri untuk tidak membencinya. Karena aku sangat mencintainya, hingga kini. Benci dan cinta itu luruh saling menyatu pada setiap helaan nafasku. Dan terus membuatku bimbang. Pada nama yang lain, yang tersisa hanyalah kebencian yang teramat dalam. Kebencian yang telah aku lemparkan ke dasar palung hatiku. Hingga detik ini pun tak sedikitpun niatku hapuskan benci itu.
pada setiap diri kita terdapat dua sisi, malaikat dan iblis, kuasa kita lah yang mampu memunculkan keduanyaMungkin bagi kalian yang membaca catatan ini bertanya-tanya, iblis macam apa yang tersimpan pada diriku ini. Sungguh aku tak tahu bagaimana harus menjawabnya.Aku mungkin bukan malaikat, tapi aku pun tak hendak menjadi iblis. Aku hanya mengikuti naluri manusiaku yang akan terluka jika disakiti. Dan merasakan kebencian pada mereka yang menyakiti.
Aku tak tahu pasti apa yang terjadi pada dua nama terakhir yang aku benci itu. Yang aku tahu kehidupan mereka tak berjalan sebagaimana mestinya. Aku tak ingin jumawa dengan mengatakan itu semua akibat kebencianku pada mereka. Tapi hingga detik saat aku menuliskan semua ini, aku masih teramat sangat membenci mereka. Aku tak tahu apa yang mampu menghilangkan kebencian ini. Mungkin waktu yang mungkin akan mengobati semua luka ini.
Jika pada detik ini aku masih terus merasakan kebencian yang sangat pada mereka dan di saat yang sama tak satu kebahagiaanpun yang mereka dapat hanya malapetaka, apakah aku sudah sepatutnya mulai takut pada diriku sendiri???
Ini kutukan, aku sadar itu. Tapi haruskah aku tak merasakan kebencian pada mereka yang jelas-jelas mencabik-cabik kebahagiaanku? Aku benci pada diriku yang seperti ini.
Sungguh aku takut...
Tapi aku pun tak mungkin memaksa diriku untuk menghapus kebencian itu. Jika sampai saat ini pun luka itu masih menganga. Jujur, sisi iblisku merasa puas jika mereka yang telah membuatku menderita, terluka, dan terhina mengalami malapetaka atau mungkin ketidak bahagiaan dalam hidup mereka. Tapi, aku bukan iblis... ingin sekali aku membunuh iblis dalam diriku. Tapi hingga kini, aku masih kalah. Aku tak bisa membunuh kebencianku. Dan sungguh aku tak dapat membayangkan apa yang mungkin akan terjadi pada mereka...
Hanya sebuah monolog tentang diri sendiri
Ketika Laki-laki Mengisahkan Tentang Rahim
Rahim, Sebuah Dongeng Kehidupan
Sebuah novel yang mampu membuatku terpaku membacanya hingga beberapa lama. Mungkin terdengar klise atau terlalu berlebihan. Tapi ya... katakanlah setiap karya akan memiliki nilai "lebih" ketika nilai-nilai yang coba disampaikan penulis melalui karyanya itu dapat diterima oleh pembacanya. Atau ketika sang pembaca merasa memiliki ikatan dengan karya tersebut mungkin karena karya tersebut laksana cermin bagi kehidupannya.
Dari sekian banyak karya yang kubaca, Rahim karya Fahd Djibran mampu mengaduk-aduk emosiku bahkan sejak melihat sampulnya saja. Meskipun sejak sebelum memutuskan untuk membeli dan membaca novel ini pun aku sudah berasumsi bahwa aku akan mudah takluk dengan kisah-kisah seputar kelahiran, kehamilan, kehidupan baru, rahim, bayi, aborsi, dan sebagainya. Dan asumsiku pun benar (semoga aku tak pernah salah menafsirkan apa yang kurasakan).
Mungkin kalian bertanya, apa istimewanya novel Rahim ini? Beberapa tahun silam aku pernah membaca karya serupa dengan Rahim, kalau tidak salah berjudul Fetussaga karya Jamal. Mengapa aku bilang serupa, hal ini karena kedua novel ini sama-sama berkisah tentang kehidupan di dalam rahim Ibu. Lantas apa istimewanya novel Rahim? Ada beberapa hal yang mungkin menurut saya Rahim karya Fahd Djibran ini memiliki "rasa" yang berbeda.
Yang pertama karena Fahd meramu semua informasi yang ia ketahui tentang kehamilan dan dunia rahim menjadi sebuah novel dengan gaya penceritaan yang "berbeda". Ia menjejali pembaca dengan berbagai informasi "medis", nilai-nilai moral, pesan cinta, dll dengan cara mendongeng dan mengajak pembaca berdialog. Hal ini secara tidak sadar mampu mengikat emosi pembaca untuk terus larut dalam dongeng yang ia sampaikan.
Kedua, berkaitan dengan poin sebelumnya, banyaknya informasi yang diberikan dalam novel ini serta dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi yang ada di dalamnya membuat pembaca secara mudah memvisualisasikan imajinasi mereka. Bagiku, kekuatan Fahd dalam novel ini adalah ia mampu mendeskripsikan secara detail apa saja yang mungkin terjadi di dalam rahim.
Yang selanjutnya ini mungkin terdengar begitu subjektif. Seperti yang sempat kusampaikan di awal catatan ini, sebuah karya akan mempunyai nilai lebih ketika sang pembaca merasa memiliki ikatan terhadap karya tersebut. Aku menangis, sejak awal membaca novel ini. Untuk kali ini, aku tak dapat menafsirkan arti tangisan itu. Kisah di awal novel yang menggambarkan beragamnya reaksi laki-laki tentang sebuah kehamilan. Ada yang berbinar bahagia, ada pula yang dingin menolak. Atau kisah lain tentang banyaknya pasangan yang melakukan aborsi karena tidak siap menjadi orang tua atau kisah pasangan yang puluhan tahun tak mendapat keturunan. Dari situ saja perasaan saya sudah diaduk-aduk.
Semakin banyak lembar-lembar yang kubaca. Yang kurasakan adalah ngilu, entah bagian mana dari tubuhku yang begitu sakit serasa tercabik-cabik.
Novel ini, semakin membuatku percaya bahwa setiap anak yang dititipkan pada rahim kita, entah apakah ia buah dari ritual suci yang diiringi doa ataupun buah dari apa yang dianggap sebuah kesalahan, adalah sebuah anugerah yang layak untuk diperjuangkan dan dipertahankan.
Aku kagum pada Fahd, seorang laki-laki, suami, dan calon ayah, yang berusaha memaknai setiap detik hadirnya calon buah hatinya di rahim istrinya dan menuangkannya pada sebuah karya yang indah. Andai semua laki-laki mampu menyadari betapa berartinya menjadi seorang ayah dan orang tua. Andai semua laki-laki menghargai setiap kehidupan yang hadir di rahim perempuannya. Andai semua orang, laki-laki dan perempuan, tidak berbuat bodoh dengan menghilangkan kesempatan sebuah kehidupan untuk terlahir di dunia. Andai semua orang, laki-laki dan perempuan, menyadari bahwa apapun kesalahan mereka, seorang anak yang baru terlahir adalah manusia suci tanpa dosa. Andai saja... mereka membaca novel ini, jauh sebelum mereka memutuskan untuk mengaborsi janin, membunuh anak-anak mereka yang baru terlahir, meninggalkan perempuannya yang tengah hamil dalam kekalutannya seorang diri, menyia-nyiakan kehidupan yang dititipkan Tuhan pada mereka... Andai saja....
Andai semua itu terjadi, maka tidak akan ada kisah-kisah menyakitkan lagi tentang anak-anak yang ditolak, anak-anak yang dibunuh, janin-janin yang berguguran. Tidak akan ada lagi keputus asaan...
Ketika laki-laki mengisahkan tentang rahim, maka seharusnya kisah itu tak hanya habis dalam lembar-lembar yang mungkin akan usang seiring dengan waktu. Tapi kisah ini harus terus dikabarkan dari satu orang ke orang lain, dari perempuan satu ke perempuan lain, laki-laki satu ke laki-laki lain, anak satu ke anak lain. Dan ketika kisah ini terus terus terkabarkan, Rahim bukan lagi menjadi sebuah dongeng tentang kehidupan. Tapi akan berubah menjadi sebuah kesadaran massal atas pentingnya sebuah kehidupan bahkan sejak berada di dalam rahim.
ps:
1. Ada sebuah catatan lama yang kutemukan kembali sembari aku membaca Rahim, aku pikir jika Rahim diceritakan oleh laki-laki, maka catatan ini adalah kisah dari seorang perempuan, silahkan intip di sini
2. Catatan ini juga bisa dilihat Rahim Semesta
Sebuah novel yang mampu membuatku terpaku membacanya hingga beberapa lama. Mungkin terdengar klise atau terlalu berlebihan. Tapi ya... katakanlah setiap karya akan memiliki nilai "lebih" ketika nilai-nilai yang coba disampaikan penulis melalui karyanya itu dapat diterima oleh pembacanya. Atau ketika sang pembaca merasa memiliki ikatan dengan karya tersebut mungkin karena karya tersebut laksana cermin bagi kehidupannya.
Dari sekian banyak karya yang kubaca, Rahim karya Fahd Djibran mampu mengaduk-aduk emosiku bahkan sejak melihat sampulnya saja. Meskipun sejak sebelum memutuskan untuk membeli dan membaca novel ini pun aku sudah berasumsi bahwa aku akan mudah takluk dengan kisah-kisah seputar kelahiran, kehamilan, kehidupan baru, rahim, bayi, aborsi, dan sebagainya. Dan asumsiku pun benar (semoga aku tak pernah salah menafsirkan apa yang kurasakan).
Mungkin kalian bertanya, apa istimewanya novel Rahim ini? Beberapa tahun silam aku pernah membaca karya serupa dengan Rahim, kalau tidak salah berjudul Fetussaga karya Jamal. Mengapa aku bilang serupa, hal ini karena kedua novel ini sama-sama berkisah tentang kehidupan di dalam rahim Ibu. Lantas apa istimewanya novel Rahim? Ada beberapa hal yang mungkin menurut saya Rahim karya Fahd Djibran ini memiliki "rasa" yang berbeda.
Yang pertama karena Fahd meramu semua informasi yang ia ketahui tentang kehamilan dan dunia rahim menjadi sebuah novel dengan gaya penceritaan yang "berbeda". Ia menjejali pembaca dengan berbagai informasi "medis", nilai-nilai moral, pesan cinta, dll dengan cara mendongeng dan mengajak pembaca berdialog. Hal ini secara tidak sadar mampu mengikat emosi pembaca untuk terus larut dalam dongeng yang ia sampaikan.
Kedua, berkaitan dengan poin sebelumnya, banyaknya informasi yang diberikan dalam novel ini serta dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi yang ada di dalamnya membuat pembaca secara mudah memvisualisasikan imajinasi mereka. Bagiku, kekuatan Fahd dalam novel ini adalah ia mampu mendeskripsikan secara detail apa saja yang mungkin terjadi di dalam rahim.
Yang selanjutnya ini mungkin terdengar begitu subjektif. Seperti yang sempat kusampaikan di awal catatan ini, sebuah karya akan mempunyai nilai lebih ketika sang pembaca merasa memiliki ikatan terhadap karya tersebut. Aku menangis, sejak awal membaca novel ini. Untuk kali ini, aku tak dapat menafsirkan arti tangisan itu. Kisah di awal novel yang menggambarkan beragamnya reaksi laki-laki tentang sebuah kehamilan. Ada yang berbinar bahagia, ada pula yang dingin menolak. Atau kisah lain tentang banyaknya pasangan yang melakukan aborsi karena tidak siap menjadi orang tua atau kisah pasangan yang puluhan tahun tak mendapat keturunan. Dari situ saja perasaan saya sudah diaduk-aduk.
Semakin banyak lembar-lembar yang kubaca. Yang kurasakan adalah ngilu, entah bagian mana dari tubuhku yang begitu sakit serasa tercabik-cabik.
Novel ini, semakin membuatku percaya bahwa setiap anak yang dititipkan pada rahim kita, entah apakah ia buah dari ritual suci yang diiringi doa ataupun buah dari apa yang dianggap sebuah kesalahan, adalah sebuah anugerah yang layak untuk diperjuangkan dan dipertahankan.
Aku kagum pada Fahd, seorang laki-laki, suami, dan calon ayah, yang berusaha memaknai setiap detik hadirnya calon buah hatinya di rahim istrinya dan menuangkannya pada sebuah karya yang indah. Andai semua laki-laki mampu menyadari betapa berartinya menjadi seorang ayah dan orang tua. Andai semua laki-laki menghargai setiap kehidupan yang hadir di rahim perempuannya. Andai semua orang, laki-laki dan perempuan, tidak berbuat bodoh dengan menghilangkan kesempatan sebuah kehidupan untuk terlahir di dunia. Andai semua orang, laki-laki dan perempuan, menyadari bahwa apapun kesalahan mereka, seorang anak yang baru terlahir adalah manusia suci tanpa dosa. Andai saja... mereka membaca novel ini, jauh sebelum mereka memutuskan untuk mengaborsi janin, membunuh anak-anak mereka yang baru terlahir, meninggalkan perempuannya yang tengah hamil dalam kekalutannya seorang diri, menyia-nyiakan kehidupan yang dititipkan Tuhan pada mereka... Andai saja....
Andai semua itu terjadi, maka tidak akan ada kisah-kisah menyakitkan lagi tentang anak-anak yang ditolak, anak-anak yang dibunuh, janin-janin yang berguguran. Tidak akan ada lagi keputus asaan...
Ketika laki-laki mengisahkan tentang rahim, maka seharusnya kisah itu tak hanya habis dalam lembar-lembar yang mungkin akan usang seiring dengan waktu. Tapi kisah ini harus terus dikabarkan dari satu orang ke orang lain, dari perempuan satu ke perempuan lain, laki-laki satu ke laki-laki lain, anak satu ke anak lain. Dan ketika kisah ini terus terus terkabarkan, Rahim bukan lagi menjadi sebuah dongeng tentang kehidupan. Tapi akan berubah menjadi sebuah kesadaran massal atas pentingnya sebuah kehidupan bahkan sejak berada di dalam rahim.
ps:
1. Ada sebuah catatan lama yang kutemukan kembali sembari aku membaca Rahim, aku pikir jika Rahim diceritakan oleh laki-laki, maka catatan ini adalah kisah dari seorang perempuan, silahkan intip di sini
2. Catatan ini juga bisa dilihat Rahim Semesta
Mutiara Hikmah Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
Ketika aku memohon kepada Allah kekuatan
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat
Ketika aku memohon kepada Allah kebijaksanaan
Allah memberiku masalah untuk dipecahkan
Ketika aku memohon kepada Allah kesejahteraan
Allah memberiku akal untuk berfikir
Ketika aku aku memohon kepada Allah keberanian
Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi
Ketika aku memohon kepada Allah sebuah cinta
Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong
Ketika aku memohon kepada Allah bantuan
Allah memberiku kesempatan
Aku tak selalu menerima semua yang kuminta,
tapi aku selalu menerima segala yang aku butuhkan
Doaku terjawab sudah
ps: sebuah mutiara yang muncul di tengah kegalauan
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat
Ketika aku memohon kepada Allah kebijaksanaan
Allah memberiku masalah untuk dipecahkan
Ketika aku memohon kepada Allah kesejahteraan
Allah memberiku akal untuk berfikir
Ketika aku aku memohon kepada Allah keberanian
Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi
Ketika aku memohon kepada Allah sebuah cinta
Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong
Ketika aku memohon kepada Allah bantuan
Allah memberiku kesempatan
Aku tak selalu menerima semua yang kuminta,
tapi aku selalu menerima segala yang aku butuhkan
Doaku terjawab sudah
ps: sebuah mutiara yang muncul di tengah kegalauan
Monday, August 23, 2010
Apa yang Hendak Kukatakan tentang Kemerdekaan ??
Bulan Agustus di setiap tahunnya selalu dinanti secara gegap gempita
oleh setiap anak negeri ini. Semua bermula karena pada 17 Agustus, 65
tahun silam Indonesia dideklarasikan oleh The Founding Father
sebagai sebuah negeri yang merdeka, lepas dari segala bentuk penjajahan.
Proklamasi kemerdekaan saat itu disambut dengan penuh suka cita oleh
semua anak bangsa, dari desa sampai kota. Proklamasi saat itu tidak
membuat Indonesia seketika terbebas dari penjajahan dan aral yang
merintangi perjalanan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka.
Masih aja pertempuran di sana sini. Masih ada darah yang menetes dari
putra-putra terbaik bangsa. Semua itu karena Proklamasi Kemerdekaan tak
lantas menghentikan perjuangan.
Bagaimana dengan sekarang?
65 tahun sudah aku, kamu, kita, dan bangsa ini melangkah sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Benarkah kita telah merdeka?
Jika menurut kita, kemerdekaan hanyalah sebuah teks/naskah yang dibacakan pada saat proklamasi. Jika menurut kita, kemerdekaan adalah sebuah "alat" agar kita terbebas dari segala macam bentuk penjajahan. Jika menurut kita, kemerdekaan adalah alasan untuk kita berhenti berjuang. Mungkin apa yang kita maknai tentang kemerdekaan selama ini telah salah.
Lihatlah sekitar kita...
Apa menurut kalian kita telah merdeka?
Di saat masih ada saudara kita yang harus berjuang tertatih hanya untuk makan sekali sehari.
Di saat masih ada saudara kita yang hidup di bawah jembatan, bantaran sungai, atau bahkan tidur di emperan toko.
Di saat masih ada saudara kita yang terlunta-lunta nasibnya karena tidak memiliki pekerjaan.
Di saat masing-masing kita masih tersenyum sinis saat melihat mereka yang papa, miskin, dan kotor, atau bahkan kita malah melengos memilih untuk tidak melihat mereka.
Di saat masih ada pejabat-pejabat kita yang masih bisa tertawa, membuang-buang uang negara, dan meminta fasilitas ini itu padahal masih banyak rakyatnya, kita, yang tak tahu besok masih bisa makan atau tidak.
Di saat pemerintah rela menggusur rumah-rumah rakyat untuk membangun mall.
Di saat tangisan saudara-saudara kita tak lagi menggugah hati kita.
Di saat kita masih bisa tutup mata dan tidak peduli dengan keadaan di sekitar kita.
Jika melihat semua itu, masihkah dengan bangga aku, kamu, kalian, kita, dan bangsa ini memekik
Tapi aku pikir, kita belum merdeka kawan! Kita belum apa-apa! Perjuangan kita belum selesai!
Aku belum merasakan kemerdekaan di negeriku ini. Jika dengan semua fasilitas yang sekarang kita miliki ini, kita masih diam saja. Tidak melakukan apa-apa. Tidak memberikan arti bagi kehidupan, arti bagi bangsa ini. Apakah kita tidak merasa malu kawan?
K ita belum merdeka kawan. Maka bergeraklah. Berjuanglah dengan cara kalian. Dengan caraku pula. Kita mencintai Negeri ini bukan? Apakah kita tidak malu mewariskan sebuah negeri yang porak poranda kepada anak cucu kita?
Kemerdekaan adalah sebuah proses panjang kehidupan. Tidak akan berhenti pada satu titik kenyamanan. Karena ketika kita terjebak dalam kenyamanan semu, itu berarti kita belum merdeka.
Surabaya, 23 Agustus 2010
*) Sebuah cermin bagi aku, kamu, kalian, kita, dan semua anak bangsa...
Bagaimana dengan sekarang?
65 tahun sudah aku, kamu, kita, dan bangsa ini melangkah sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Benarkah kita telah merdeka?
Jika dengan asumsi Proklmasi Kemerdekaan tidak lantas menghentikan perjuangan kita sebagai sebuah bangsa juga sebagai seorang individu anak bangsa.Maka jawabannya, KITA BELUM MERDEKA...
Jika menurut kita, kemerdekaan hanyalah sebuah teks/naskah yang dibacakan pada saat proklamasi. Jika menurut kita, kemerdekaan adalah sebuah "alat" agar kita terbebas dari segala macam bentuk penjajahan. Jika menurut kita, kemerdekaan adalah alasan untuk kita berhenti berjuang. Mungkin apa yang kita maknai tentang kemerdekaan selama ini telah salah.
Lihatlah sekitar kita...
Apa menurut kalian kita telah merdeka?
Di saat masih ada saudara kita yang harus berjuang tertatih hanya untuk makan sekali sehari.
Di saat masih ada saudara kita yang hidup di bawah jembatan, bantaran sungai, atau bahkan tidur di emperan toko.
Di saat masih ada saudara kita yang terlunta-lunta nasibnya karena tidak memiliki pekerjaan.
Di saat masing-masing kita masih tersenyum sinis saat melihat mereka yang papa, miskin, dan kotor, atau bahkan kita malah melengos memilih untuk tidak melihat mereka.
Di saat masih ada pejabat-pejabat kita yang masih bisa tertawa, membuang-buang uang negara, dan meminta fasilitas ini itu padahal masih banyak rakyatnya, kita, yang tak tahu besok masih bisa makan atau tidak.
Di saat pemerintah rela menggusur rumah-rumah rakyat untuk membangun mall.
Di saat tangisan saudara-saudara kita tak lagi menggugah hati kita.
Di saat kita masih bisa tutup mata dan tidak peduli dengan keadaan di sekitar kita.
Jika melihat semua itu, masihkah dengan bangga aku, kamu, kalian, kita, dan bangsa ini memekik
KITA TELAH MERDEKAMaaf...
Tapi aku pikir, kita belum merdeka kawan! Kita belum apa-apa! Perjuangan kita belum selesai!
Aku belum merasakan kemerdekaan di negeriku ini. Jika dengan semua fasilitas yang sekarang kita miliki ini, kita masih diam saja. Tidak melakukan apa-apa. Tidak memberikan arti bagi kehidupan, arti bagi bangsa ini. Apakah kita tidak merasa malu kawan?
SEKALI BERARTI SETELAH ITU MATITugas kita sebagai anak bangsa ini belum selesai. Kita belum merdeka. Perjuangkan yang layak diperjuangkan. Lakukan yang harus dilakukan. Kita semua bisa melakukannya, aku, kamu, kalian, kita, setiap anak bangsa ini. Kita bisa berjuang. Kita bisa berarti. Lakukan apa yang bisa kita lakukan untuk negeri ini. Dengan cara kita masing-masing.
Kemerdekaan adalah kebebasan memilih cara berbakti pada Negeri
K ita belum merdeka kawan. Maka bergeraklah. Berjuanglah dengan cara kalian. Dengan caraku pula. Kita mencintai Negeri ini bukan? Apakah kita tidak malu mewariskan sebuah negeri yang porak poranda kepada anak cucu kita?
Kemerdekaan adalah sebuah proses panjang kehidupan. Tidak akan berhenti pada satu titik kenyamanan. Karena ketika kita terjebak dalam kenyamanan semu, itu berarti kita belum merdeka.
Surabaya, 23 Agustus 2010
*) Sebuah cermin bagi aku, kamu, kalian, kita, dan semua anak bangsa...
Sunday, August 22, 2010
Blank Moment
Pernah nggak kamu berada di satu kondisi KOSONG. Tak bisa berpikir apa-apa. Beberapa waktu belakangan ini aku sempat mendapati diriku KOSONG. Padahal seharusnya banyak hal yang harus dipikirkan dan dikerjakan. Tapi entah mengapa, kosong aja gitu. Bingung mau ngapain. Otak berasa nggak keisi apa-apa. Merasa kosong, sepi, dan sendiri padahal kita berada di tengah banyak orang...
Aku merasa diriku PENUH. Banyak sudah buku yang aku baca belakangan ini, mulai dari fiksi sampai literatur kuliah. Nonton film. Planning kerja yang sudah tertata. Dan masih banyak hal yang sudah aku rencanakan jauh hari sebelumnya. Tapi semua seakan menguap minggu ini. Hilang begitu saja. Aku seakan baru saja tersadar dari koma panjang. Tergagap dengan semua yang harus aku hadapi... Kosong, tak tahu apa yang harus dilakukan dan dipikirkan...
Pengen nangis, pengen teriak, pengen marah, pengen gebukin orang, pengen... Tapi untuk apa?? Banyak rasa yang berkecamuk di dada. Banyak ide yang bergemuruh di dada. Banyak hal yang harus dikerjakan. Banyak masalah yang harus diselesaikan. Aku sama sekali tidak mampu mendefinisikan satu per satu semuanya... Aku bingung... Aku KOSONG...
Pada akhirnya aku memilih tuk sujud bersimpuh. Menangis sejadi-jadinya. Merapal semua doa yang aku tahu. Memohon sejenak ketenangan hati dan pikiran. Aku bingung, Aku kosong... Di antara semua kekalutanku, aku memilih kembali pulang. Pulang ke dalam pelukanMu. Pulang pada kedamaian rumahMu...
Aku merasa diriku PENUH. Banyak sudah buku yang aku baca belakangan ini, mulai dari fiksi sampai literatur kuliah. Nonton film. Planning kerja yang sudah tertata. Dan masih banyak hal yang sudah aku rencanakan jauh hari sebelumnya. Tapi semua seakan menguap minggu ini. Hilang begitu saja. Aku seakan baru saja tersadar dari koma panjang. Tergagap dengan semua yang harus aku hadapi... Kosong, tak tahu apa yang harus dilakukan dan dipikirkan...
Pengen nangis, pengen teriak, pengen marah, pengen gebukin orang, pengen... Tapi untuk apa?? Banyak rasa yang berkecamuk di dada. Banyak ide yang bergemuruh di dada. Banyak hal yang harus dikerjakan. Banyak masalah yang harus diselesaikan. Aku sama sekali tidak mampu mendefinisikan satu per satu semuanya... Aku bingung... Aku KOSONG...
Pada akhirnya aku memilih tuk sujud bersimpuh. Menangis sejadi-jadinya. Merapal semua doa yang aku tahu. Memohon sejenak ketenangan hati dan pikiran. Aku bingung, Aku kosong... Di antara semua kekalutanku, aku memilih kembali pulang. Pulang ke dalam pelukanMu. Pulang pada kedamaian rumahMu...
Thursday, August 05, 2010
Jejak Langkah Perempuan
kaki perempuan ini akan terus melangkah... terus melangkah... sendiri
jejak langkah yang telah tertinggal itu,
akan terus menguarkan rasa
yang takkan tersapu...
bahkan oleh ombak...
ilalang dan aku...
aku tumbuh seperti ilalang,
seribu kali dipangkas, akan seribu kali pula tumbuh...
bakar aku hingga habis...
jika kau ingin hentikan langkahku...
Saturday, July 31, 2010
Pengantin Cermin
dengan sisa air suci yang terbasuh di wajah
perempuan itu memandang cerminnya...
wajah dalam cermin itu tersenyum memandangnya
perlahan wajah dalam cermin itu kian berubah, semakin cantik
riasan di wajah itu membuatnya selaksa bidadari
Selepas Subuh...
perempuan itu masih memandang cerminnya
dan perempuan dalam cermin itu juga masih di sana
dengan gaun pengantin putih yang membungkus tubuhnya
gaun putihnya melambai terjuntai menutup setiap mili aurat tubuhnya...
dan kerudung putih yang menutup kepalanya
perempuan dalam cermin itu laksana putri seribu satu malam...
Menjelang Dhuha...
perempuan itu masih memandang cerminnya...
tapi perempuan itu menangis kini
karena ia melihat perempuan dalam cermin itu beranjak menjauh dari cermin
menjemput mimpinya menjadi pengantin
bersanding dengan pemilik tulang rusuk ini...
bersanding dalam keheningan doa...
Menjelang Dhuha...
perempuan itu masih memandang cerminnya
ia masih menangis
dan kinipun ia tersimpuh di depan cerminnya
tak ada gaun pengantin putih yang melambai
tak ada kerudung putih yang menghias kepala
tak ada pula riasan di wajah
tak ada lagi bayangan perempuan pengantin dalam cerminnya
karena memang dia bukan pengantin itu...
Pengantin perempuan itu hanya ada dalam cermin
semaya bayangan cermin
karena aku memang hanya pengantin dalam cermin
Surabaya 310710
Subscribe to:
Posts (Atom)
Ketika Yang Tersisa Hanyalah Air Mata
Hey kamu... Iya kamu... Kamu yang dulu datang lagi dalam hidupku dengan janji tuk tak lagi menghadirkan air mata di wajahku dengan jan...
-
Hey kamu... Iya kamu... Kamu yang dulu datang lagi dalam hidupku dengan janji tuk tak lagi menghadirkan air mata di wajahku dengan jan...
-
Kali ini aku menekuri jejak jejak kenangan kita Tapi kali ini hanya ada aku Kali ini tangan ini tak lagi ada dalam genggaman tanganmu Me...