Azalea Jingga, Kehidupan Poligami Perempuan Yahudi

Isu poligami selalu menimbulkan perdebatan klasik. Perdebatan tentang patut atau tidaknya pernikahan macam ini dilakukan. Namun, meskipun kontroversi selalu mengiringi hadirnya isu ini, para pelakunya selalu memiliki alasan pembenar pada pilihan mereka untuk berpoligami. Sebagian menggunakan dalil agama sebagai tameng. Namun sebagian lainnya mencoba untuk jujur dengan alasan yang murni manusiawi, hasrat.
Banyak seniman yang mencoba menghadirkan poligami sebagai ide penciptaan karya. Dari jajaran dunia perfilman, terdapat karya Hanung Bramantyo dalam film Ayat-Ayat Cinta yang juga merupakan adaptasi novel berjudul sama karya Habiburrahman el Shirazy yang kental akan nuansa islami dan juga menyelipkan ide poligami. Selain itu juga ada film Berbagi Suami karya Nia Dinata, yang kentara sekali memuat ide poligami dari sisi perempuan. 
Dalam ranah karya sastra, terdapat judul Azalea Jingga karya Naning Pranoto. Novel ini tidak hanya menyuguhkan poligami sebagai sentral isu. Tetapi juga latar kultur yang berbeda dalam sebuah pernikahan. Azalea Polansky, perempuan berkebangsaan Australia beragama Yahudi tertarik secara emosional kepada Pejuang muda, yang terbuang dari tanah airnya, berasal dari tanah Jawa bernama Bimo Satriodi Reksoprodjo. Keduanya kemudian menikah dan tinggal di Indonesia.
Perjalanan waktu, membuat jiwa heroisme dan idealisme Bimo terkikis. Yang muncul kemudian adalah sikap materialistis dan keinginan berkuasa. Selain itu Bimo mulai membagi cintanya untuk perempuan lain. Cinta masa lalu Bimo muncul, dan membuatnya memutuskan untuk menduakan Zaza (panggilan Azalea). Atas keputusan Bimo itu, Zaza memilih untuk jalan di jalannya. Ia mulai membatasi hubungan dengan Bimo. Terutama hubungan suami istri. Ia merasa jijik melakukannya dengan Bimo, mengingat Bimo melakukan hal yang sama dengan perempuan lain. Sikap defensif Zaza berlanjut hingga mereka tua dan anak-anaknya beranjak dewasa.
Kehidupan mereka berlangsung tidak sehat. Masing-masing individu dalam pernikahan itu merasa tersakiti. Hanya istri kedua Bimo yang mungkin berbahagia karena mendapat tularan harta dan kekayaan. Tapi itu juga tidak sepenuhnya ia dapatkan, ia juga merasa tertekan karena ketakutan jika sewaktu-waktu Bimo mencabut hak-haknya dan juga anaknya. Jadi tidak ada yang sepenuhnya bahagia dalam pernikahan poligami itu.
Novel ini menunjukkan sisi negatif pernikahan poligami. Dalam setiap pilihan keputusan untuk melakukan poligami, pihak yang paling dirugikan adalah perempuan. Dalih apapun tidak akan mampun menutupi kenyataan tersebut. Perempuan harus dapat menunjukkan sikapnya untuk tidak begitu saja tunduk dengan apa yang dinamakan takdir.
Penolakan terhadap poligami bukan hanya masalah perempuan yang sok memperjuangkan kesetaraan gender. Atau salah satu gerakan feminis. Tapi lebih pada upaya menyadarkan perempuan bahwa dalam kehidupan pernikahan mereka berhak untuk menentukan nasibnya. Termasuk sikap untuk menolak dipoligami.
Perlu dikaji lebih dalam lagi jika para pelaku menggunakan dalih agama. Jangan sampai penafsiran kita yang minor terhadap Ayat Ayat Tuhan, membuat kita semena-mena menggunakan dalil agama tersebut. Hanya untuk menghalalkan hasrat manusiawi yang sangat individualistik.

Judul Buku     : Azalea Jingga
Penulis            : Naning Pranoto
Penerbit/Edisi : Grasindo, pertama 2005
Tebal               : 245 halaman

*) gambar diunduh dari www.rayakultura.net by google


   

Comments

Popular posts from this blog

Apakah Catatan Saya Berguna??

Pijar Lentera Keempat Kemudian Padam

Ukiran Sebuah Pertemuan