Bukan Aborsi Solusinya....

Beberapa waktu lalu, saya menemukan film Juno di rak film penyewaan VCD. Saya begitu tertarik melihat cover VCD tersebut sebelum saya pada akhirnya membaca resume ceritanya. Cover film itu memperlihatkan seorang remaja perempuan muda dengan perut membuncit karena hamil dan juga seorang remaja laki-laki. Saya segera mengambil film tersebut dan pada akhirnya menemani saya menghabiskan malam saat itu.
Juno, kisah seorang gadis remaja yang tumbuh di tengah keluarga yang kedua orang tuanya bercerai dan masing-masing telah memiliki keluarga lagi. Akhirnya, Juno tinggal dengan ayah dan ibu tirinya. Juno memang tergolong gadis muda yang sedikit liar. Ia siswa dari
sebuah SMK di Amerika. Di luar sepengetahuan orang tuanya, Juno telah melakukan kenakalan-kenakalan di luar batas, seperti menengak alkohol dan free sex. Untuk yang terakhir ini, Juno melakukannya dengan sahabatnya Paulie Bleeker. Hubungan sexnya dengan Paulie inilah yang menyebabkan kemudian ia hamil.
Untuk ukuran anak seusia Juno, ia nampak luar biasa tenang menghadapi permasalahan pelik itu. Setelah 3 kali test kehamilan di sebuah mini market (alatnya pun dibeli di sana) dan mendapati kepastian ia hamil, Juno sama sekali tidak nampak panik. Ia memberitahu sahabatnya Leah dengan tenang. Juno memikirkan semua solusi yang mungkin ia ambil. Awalnya ia hendak melakukan aborsi. Namun niat itu diurungkannya dan ia memilih jalan lain. Satu hal lagi yang membuat saya takjub, Juno sudah bisa merencanakan semua tentang kehamilan dan nasib anaknya kelak. Kedewasaan memang tidak bergantung pada umur.
Ketenangan Juno juga nampak saat dia memberitahukan kehamilannya pada Paulie. Paulie yang mendengar kabar Juno hamil sontak terlihat ketakutan dan gugup. Saat Juno menanyakan pendapatnya tentang apa yang harus ia lakukan dengan kehamilannya Paulie menyerahkan semuanya pada Juno. Ha !!!! Reaksi laki-laki saat mengetahui berita macam ini ternyata sama saja. Ketakutan, panik, dan menyerahkan semua kepada perempuan.
Juno pada akhirnya memutuskan untuk mencari orang tua yang mau mengadopsi anaknya. Dan ia menemukan pasangan yang tepat. Setelah itu baru ia memberitahukan berita kehamilannya itu pada orang tuanya. Mac ayah Juno dan Bren ibu tirinya bertanya-tanya ketika mereka diminta Juno untuk duduk di ruang keluarga karena Juno ingin memberitahukan berita penting. Mac berpikir Juno akan memberitahukan bahwa ia diskors atau hal lain tentang kenakalan remaja lainnya. Juno memberitahukan dengan sangat tenang perihal kehamilannya dan meminta orang tuanya tidak panik karena ia telah menemukan solusinya. Orang tua Juno terkejut, sebagai ayah Mac merasa gagal dan ia menyesalkan tindakan Juno yang tidak dapat menunggu untuk saat yang tepat. Namun mereka, orang tua Juno, sama sekali tidak menyalahkan dan menghakimi Juno. Mereka sangat supportif. Ia memberikan segala hal yang memang layaknya diberikan kepada perempuan hamil. Juno pun diantarkan ayahnya saat mendatangi pasangan yang akan mengadopsi anaknya kelak. Pasangan yang menurut Juno sangat sempurna, Mark dan Vanessa Loring.
Pertama kali melihat airmata tumpah dari mata Juno ketika ia menyadari dan bertanya mengapa dua orang yang pada awalnya disatukan dengan cinta memilih berpisah kemudian. Kedua orang tuanya juga Mark dan Vanessa. Ia menangis di pinggir jalan tol. Jawaban atas pertanyaan itu kemudian dijawab oleh Ayahnya. Jawaban yang kemudian menyakinkan Juno, bahwa apapun yang telah terjadi ternyata ia mencintai Paulie, ayah dari anaknya.
Satu momen yang paling manis dalam film ini adalah ketika Juno selesai melahirkan. Ia meringkuk di tempat tidur dan menangis. Ayahnya di sampingnya menemaninya. Mac, ayah Juno kemudian berkata sambil membelai kepala Juno,   "Suatu hari kau akan kembali ke sini sesuai keinginanmu." Kemudian Paulie datang dengan kostum larinya. Paulie tak banyak bicara. Mac meninggalkan kamar itu. Dan Paulie menghampiri Juno, ia mengambil tempat di belakang Juno. Paulie memeluk Juno dari belakang dan tidur di samping Juno. Mereka tak banyak bicara. Dan Juno menangis.
Film ini mencabik-cabik ketenanganku sebagai perempuan. Juno mungkin lebih beruntung dari banyak perempuan lain yang harus diam dan bersembunyi dengan kehamilannya. Ada keluarga yang menerimanya dan mendukungnya. Juno juga representasi dari sedikit perempuan yang memilih untuk tidak aborsi ketika mereka mengetahui jika mereka hamil tanpa pernikahan. Membuat keputusan untuk aborsi atau tidak adalah hal yang luar biasa menguras energi. Membutuhkan keberanian dan kesiapan mental untuk menjalani keputusan tersebut.
Di kehidupan nyata belakangan ini, saya menemukan kisah Sheila Marcia. Ia juga memilih untuk tidak mengaborsi janinnya. Sheila beruntung mempunyai keluarga yang mendukungnya dan juga ibu seperti malaikat. Pilihan-pilihan yang dijalani Juno di film ini dan Sheila di dunia nyata ataupun perempuan-perempuan yang senasib di luar sana bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Karena masyarakat, khususnya di Indonesia masih memandang hina seorang perempuan yang hamil di luar nikah. Bahkan dengan sadisnya menyebut anak yang kemudian terlahir sebagai anak haram.
Seberat apapun resiko yang mungkin harus diambil oleh seorang perempuan yang hamil di luar nikah. Dengan ataupun tanpa support dari orang lain, even itu laki-laki yang menghamilinya, perempuan harus benar-benar bijak mengambil keputusan. Dan hingga kini saya yakin, bahwa memang bukan ABORSI solusi dari semuanya. Karena di detik yang sama saat seorang perempuan mengetahui bahwa ada janin yang tumbuh di tubuhnya, sesungguhnya ia telah diberi kepekaan batin dan kekuatan mental untuk menghadapi jalan yang lebih terjal di hadapannya. Merasakan detak jantung yang beriringan, merasakan darah yang mengalir, dan nafas yang seirama dengannya. Semua itu akan membuat ia berpikir seribu kali untuk membunuh makhluk yang sama sekali tak bersalah itu. Bukan keinginan janin itu untuk tumbuh di tubuh kita, bukan?
Bukan ABORSI jalan keluar dari masalah pelik ini....
Perempuan memang dianugerahi rasa yang lebih peka untuk menimbang semua masalah tidak hanya berdasarkan logika. Mungkin, banyak sekali laki-laki yang akan langsung lepas tanggung jawab jika dihadapkan pada masalah macam ini. Bukan bermaksud mengatakan laki-laki itu pengecut. Tapi untuk urusan macam ini terkadang perempuan memang dituntut untuk berjalan dan berpikir sendiri.
Aku yakin ada banyak Juno di luar sana. Tapi tak semua berpikir bijaksana untuk tak melakukan aborsi. Dengan alasan pembenar yang aku yakin banyak mereka miliki. Tapi aku yakin jika kita tidak memilih aborsi sebagai jalan keluar, secara otomatis kita tidak lagi menambah dosa. Pasti ada jalan keluar lain yang lebih bijak. Aborsi bukan jalan yang tepat, paling tidak menurutku. Karena buatku, aku rela mengorbankan segala yang aku miliki demi melihat anak itu terlahir dengan sehat ke dunia. Meskipun mungkin harus menghindar dari keriuhan dunia. Karena bagaimanapun, anak itu tak berdosa. Kita lah manusia dewasa yang berdosa telah membuatnya ada di dunia. Sungguh....Aborsi bukan jalan keluar yang tepat...

*) gambar diunduh dari www.dearcinema.com by google

Comments

Popular posts from this blog

Apakah Catatan Saya Berguna??

Pijar Lentera Keempat Kemudian Padam

Ukiran Sebuah Pertemuan